Iuran Pariwisata Jadi Beban Maskapai


Wisatawan asing berada di terminal internasional Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali, Rabu (7/2/2024).
MerahPutih.com - Pemerintah merencanakan pengenaan iuran pariwisata kepada penumpang pesawat. Iuran pariwisata yang sedang digagas oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) ditambahkan dalam komponen harga tiket pesawat.
Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) menilai iuran pariwisata akan menjadi beban tambahan bagi penumpang dan maskapai karena jika harga tiket menjadi mahal, dikhawatirkan jumlah penumpang akan berkurang.
"Dengan tambahan iuran pariwisata dalam komponen tiket akan membuat harga tiket menjadi lebih mahal bagi penumpang. Maskapai juga akan terkena dampak karena jumlah penumpang akan berkurang jika harga tiket dianggap mahal," kata Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja dalam keterangan di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan penumpang pesawat terdiri dari berbagai macam keperluan, di antaranya untuk keperluan bisnis, acara keluarga atau pribadi, keperluan dinas, pendidikan, liburan atau berwisata dan lainnya. Jadi pariwisata dan wisatawan hanya salah satu dari berbagai jenis penumpang pesawat.
Baca juga:
Penarikan Iuran Pariwisata pada Penumpang Pesawat Harus Perhatikan UU Penerbangan
Saat ini bisnis penerbangan sedang dalam kondisi rebound setelah terpuruk akibat pandemi COVID-19 pada 2020 sampai dengan 2022. Namun demikian banyak kendala yang dihadapi maskapai penerbangan Indonesia sehingga proses rebound tidak bisa berlangsung lancar jika dibandingkan dengan maskapai penerbangan internasional.
Permasalahan yang dihadapi maskapai Indonesia di antaranya adalah berkurangnya jumlah ketersediaan pesawat beserta suku cadang (spareparts) dan sumber daya manusia yang siap untuk dioperasikan.
Selain itu, meningkatnya biaya operasi yang disebabkan oleh naiknya harga bahan bakar avtur dan nilai tukar mata uang rupiah yang terus melemah terhadap mata uang dolar AS.
"Padahal sekitar 70 persen biaya operasional penerbangan dipengaruhi oleh dolar AS, di antaranya terkait harga avtur, biaya sewa pesawat, biaya perawatan dan pengadaan suku cadang dan lainnya," katanya.
Baca juga:
Legislator Tolak Penarikan Iuran Pariwisata pada Penumpang Pesawat
Sementara itu, kata ia, tarif penerbangan sejak 2019 sampai saat ini belum disesuaikan oleh pemerintah padahal komponen biaya tarif penerbangan sudah meningkat.
Misalnya untuk kurs dolar AS pada 2019 sebesar Rp14.102 dan 2024 menjadi Rp 16.182 atau meningkat 15 persen. Harga jual minyak juga terus naik, di mana 2024 ini mencapai 87,48 dolar AS per barel atau meningkat 37 persen dibanding 2019 yang 64 dolar AS per barel.
“Dengan demikian pengenaan iuran pariwisata pada tiket pesawat akan menjadi kontraproduktif, karena dapat menyebabkan harga tiket naik, jumlah penumpang turun, dan kondisi bisnis maskapai penerbangan juga turun," katannya.
Ujungnya adalah, tegas ia, program perluasan konektivitas transportasi udara dari pemerintah menjadi tidak tercapai. (*)
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Aji Mumpung Banget ini, Seoul Tawarkan Paket Wisata dengan Kelas Tari 'KPop Demon Hunters'

Cara Ramah Pulau Jeju Ingatkan Wisatawan yang Bertingkah, tak ada Hukuman

PSI Tolak Rencana Pramono Buka Ragunan hingga Malam Hari, Pertanyakan Kesiapan Fasilitas

Penyegelan Pulau Reklamasi di Perairan Gili Gede Lombok Tunggu Hasil Observasi Lapangan

Serba-serbi Gunung Tambora, Pesona Jantung Konservasi Alam Khas Indonesia Timur

Korea Utara Buka Resor Pantai Baru demi Cuan di Tengah Sanksi Ketat

Tidak Perlu Ribet Isi Berbagai Aplikasi Pulang Dari Luar Negeri, Tinggal Isi ALL Indonesia

Dibekali Kemampuan Bahasa Asing, Personel Satpol PP DKI Jakarta Dikerahkan ke Kawasan Wisata dan Hiburan

Menelusuri Jakarta Premium Outlets, Ruang Belanja Baru yang Mengusung Keberlanjutan dan Inklusi

Gubernur Jabar KDM Minta Teras Cihampelas Dibongkar, ini nih Sejarah Pembangunannya
