Insan Pers Anggap Peraturan Kapolri Soal Media Terlalu Terburu-buru


Rani Sanjaya. (Foto: MP/Istimewa)
MerahPutih.com - Peraturan Kapolri yang melarang media menampilkan unsur kekerasan aparat dan penangkapan pelaku kejahatan dinilai memberatkan insan pers. Pasalnya, aturan itu dianggap membatasi untuk mendapat informasi.
Praktisi media Rani Sanjaya menilai, peraturan itu terburu-buru.
"Masyarakat berhak tahu terutama soal penanganan perkara seperti penanganan kasus hingga kejadian yang sebenarnya," jelas Rani kepada Merahputih.com di Jakarta, Selasa (6/4).
Baca Juga:
Rani melanjutkan, selama ini, media juga selalu mengedepankan etika dan kode etik jurnalistik dalam melakukan penayangan. Seperti memblur wajah pelaku dan korban hingga tak menampilkan unsur kekerasan.
"Temen-temen media juga tahu aturan dalam penayangan. Selama ini, kami beritakan sesuai aturan," jelas Rani yang juga Ketua Jurnalis Lensa Jakarta Pusat ini.
Rani menambahkan, adanya larangan untuk mengikuti proses penangakapan pelaku kejahatan di lokasi, juga sama saja mengancam akses media televisi untuk mendapatkan informasi.
"Aturan larangan TV ikut ke penangkapan itu berpengaruh negatif ke kami. Karena kami selama ini 'jualan'-nya itu ke sana. Sebab gambar yang normatif seperti hanya menyajikan press rilis juga tak menjual di pemirsa," sebut Rani.
Ia menuturkan, aturan ini harusnya disikapi secara bijak.
"Harusnya disikapi lebih bijak. Mesti diajak duduk bareng teman-teman pers. Jika tidak, aturan itu jadi beban bagi temen-temen di lapangan," imbuh Rani yang sudah 10 tahun lebih menjadi wartawan televisi ini.

Rani berharap, Polri membuat aturan khusus juga bagi para netizen. Mengingat mereka kerap memviralkan sesuatu yang tak pantas. Seperti adegan kekerasan hingga perbuatan seksual.
Seperti diketahui, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan surat telegram yang mengatur soal pelaksanaan peliputan bermuatan kekerasan yang dilakukan polisi/dan atau kejahatan dalam program siaran jurnalistik.
Telegram dengan nomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021 itu diteken Listyo Sigit pada 5 April 2021, ditujukan kepada pengemban fungsi humas Polri di seluruh kewilayahan.
Ada 11 poin yang diatur dalam telegram itu, salah satunya media dilarang menyiarkan tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan.
Peraturan itu dibuat berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Perkap Nomor 6 Tahun 2017 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi pada Tingkat Mabes Polri, dan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01/P/KPI/03/2012.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono mengatakan, telegram itu dikeluarkan agar kinerja polisi semakin baik.
"Pertimbangannya agar kinerja Polri di kewilayahan semakin baik," kata Rusdi, Selasa (6/4).
Dia menyatakan, pada dasarnya telegram itu ditujukan kepada seluruh kepala bidang humas.
"Telegram itu di tujukan kepada kabid humas. Itu petunjuk dan arahan dari mabes ke wilayah, hanya untuk internal," ujar dia.
Baca Juga:
Pasca Aksi Teror, Kapolri Minta Umat Kristiani Tak Khawatir Beribadah
Berikut isi lengkap surat telegram Kapolri:
1. Media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan, diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis
2. Tidak menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana
3. Tidak menayangkan secara terperinci rekonstruksi yang dilakukan oleh kepolisian
4. Tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan/atau fakta pengadilan
5. Tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan/atau kejahatan seksual
6. Menyamarkan gambar wajah dan identitas korban kejahatan seksual dan keluarganya, serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya
7. Menyamarkan gambar wajah dan identitas pelaku, korban dan keluarga pelaku kejahatan yang pelaku maupun korbannya yaitu anak di bawah umur
8. Tidak menayangkan secara eksplisit dan terperinci adegan dan/atau reka ulang bunuh diri serta menyampaikan identitas pelaku
9. Tidak menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detail dan berulang-ulang
10. Dalam upaya penangkapan pelaku kejahatan agar tidak membawa media, tidak boleh disiarkan secara live, dokumentasi dilakukan oleh personel Polri yang berkompeten
11. Tidak menampilkan gambaran eksplisit dan terperinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak. (Knu)
Baca Juga:
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Meredam Isu Liar Pergantian Kapolri, Legislator Hingga Wamen Setneg Buka Suara Terkait Jabatan Jenderal Listyo Sigit

Disebut Calon Terkuat Kapolri Gantikan Jenderal Listyo Sigit, Komjen Suyudi Malah Pilih Fokus Bekerja

Komjen Wahyu Hadiningrat Dianggap Layak Gantikan Jenderal Listyo Sigit, Forkabi: Dia Punya Integritas

Istana Bantah Isu Pergantian Kapolri, Sebut Posisi Jenderal Listyo Sigit Masih Aman

Sosok Kapolri Baru Pilihan Prabowo Disebut Lebih Muda daripada Jenderal Listyo Sigit, Pengamat Intelijen Ibaratkan Sistem ‘Urut Kacang’

Jubir Presiden Pastikan Surpres Prabowo Tentang Pergantian Kapolri Hoaks

Bukan Cuma Dasco, Komisi III DPR Juga Bantah Prabowo Kirim Surpres Pergantian Kapolri

Prabowo Disebut-Sebut Ajukan 2 Komjen untuk Gantikan Posisi Kapolri Jenderal Listyo Sigit, DPR: Kami belum Terima Suratnya

Ditanya Andil Riza Chalid di Balik Demo Ricuh, Kapolri: Akan Kita Cari Tahu

Kapolri Beri Sinyal, Otak Pelaku yang Menggerakkan dan Membiayai Demo Rusuh Segera Terungkap
