Indonesia Jadi Anggota BRICS, Ekonom Sebut Ada Ancaman Stabilitas Global
Menlu RI, Sugiono, bersama pemimpin negara BRICS. Foto: Dok/Kemlu
MerahPutih.com - Indonesia menjadi aliansi blok ekonomi Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (BRICS).
Ekonom Achmad Nur Hidayat menilai, bahwa bergabungnya Indonesia dengan BRICS tidak sepenuhnya bebas risiko.
Salah satu kekhawatiran adalah kemungkinan pergeseran fungsi BRICS dari forum ekonomi menjadi aliansi geopolitik dengan pendekatan hard power, yang bisa mengancam stabilitas global.
“Bisa saja ini jadi poros militer dan kekuatan ‘hard power’ baru yang menggantikan tatanan internasional yang saat ini didominasi oleh barat, yakni Amerika Serikat dan NATO,” ujar Achmad kepada wartawan di Jakarta, Kamis (9/1).
Baca juga:
Pascakembalinya Donald Trump Jadi Pemicu, BRICS Tak Terlalu Untungkan Indonesia
Transformasi BRICS menjadi kekuatan hard power, kata dia, dapat memicu ketegangan baru, terutama dengan negara-negara Barat.
Beberapa anggota BRICS, seperti Rusia dan China, sudah terlibat dalam dinamika konflik geopolitik yang rumit, baik dalam perang Ukraina maupun sengketa wilayah di Laut Cina Selatan.
Jika BRICS semakin condong pada agenda geopolitik yang konfrontatif, maka Indonesia berisiko terseret ke dalam konflik yang tidak sesuai dengan prinsip kebijakan luar negerinya.
“Keanggotaan di BRICS harus dilandasi oleh kehati-hatian dan persyaratan yang jelas,” kata dia.
Baca juga:
Indonesia Masuk BRICS, Gerindra Sebut Wujud Sejati Politik Bebas Aktif
Hal yang terjadi, BRICS tidak lagi hanya menjadi alat untuk mendukung pembangunan ekonomi, tetapi bisa menjadi instrumen geopolitik yang membawa risiko besar bagi stabilitas global, terutama di tengah meningkatnya tensi antara kekuatan besar dunia.
Selain itu, ketegangan yang berkembang dari perang perdagangan menjadi konflik teritorial atau militer, dapat mengancam posisi Indonesia sebagai negara yang selama ini memegang teguh prinsip non-blok.
Achmad juga mengingatkan pentingnya Indonesia untuk tetap berpegang pada prinsip kebijakan luar negeri yang termuat dalam konstitusi, yaitu bersikap nonblok dan berkomitmen pada perdamaian dunia.
“Indonesia perlu menegaskan bahwa partisipasi ini tidak boleh mengorbankan prinsip dasar kebijakan luar negeri dan kepentingan nasional,” jelas ekonom dari UPN Veteran Jakarta ini. (knu)
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Monas Kembali Jadi Tuan Rumah Reuni Akbar 212: Prabowo Diundang, Rizieq Shihab Dijadwalkan Datang
Jokowi Pidato Forum Bloomberg New Economy Forum 2025, Paparkan Revolusi Ekonomi Cerdas
Prabowo dan PM Inggris Temu Virtual, Bahas Kemitraan Maritim, Pendidikan hingga Isu Global
BPS Rekrut 190 Ribu Orang Buat Sensus Ekonomi 10 Tahunan
Prabowo Bakal Resmikan Kilang Terbesar di Indonesia, Bisa Produksi 2 Juta Barel Minyak
Prabowo Larang Siswa Sambut Kedatangannya, Pimpinan Komisi X DPR: Biar Bisa Fokus Belajar
[HOAKS atau FAKTA]: Prabowo Larang Jokowi Bepergian ke Luar Negeri terkait Kasus Ijazah Palsu
Dapat Restu dari PBB Kirim Pasukan ke Gaza, TNI Tunggu Perintah Prabowo
PKB Dukung Langkah Prabowo Perkuat Ekosistem Koperasi, Bentuk Nyata Wujudkan Pasal 33
Prabowo Ceritakan Persahabatan dengan Yordania yang Lampaui Diplomasi Formal