IM57+ Institute Sebut Harun Masiku Jadi Alat Tawar Politik Pimpinan KPK


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Foto: MP/Dicke Prasetia)
MerahPutih.com - Kasus dugaan suap PAW anggota DPR RI periode 2019-2024 yang menjerat mantan Caleg PDI Perjuangan (PDIP), Harun Masiku kerap mencuat di tahun politik. Itulah sebabnya, perkara Harun Masiku tak bisa dilepaskan dari kepentingan politik.
Bahkan, IM57+ Institute menyebut kasus Harun Masiku telah dijadikan alat bargaining atau alat tawar politik oleh pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dugaan itu terlihat dari maju mundurnya penanganan kasus Harun Masiku di lembaga antirasuah.
“Pimpinan KPK seolah menjadikan kasus (Harun Masiku) ini seakan sebagai alat bargain. Hal tersebut ditunjukan dengan maju mundurnya penanganan kasus ini yang ‘sangat kebetulan’ selalu sesuai dengan momentum politik di Indonesia, khususnya Pilpres,” kata Ketua IM57+ Institute Praswad Nugraha dalam keterangannya, Jumat (14/6).
Selain sering muncul di momentum politik, kata Praswad, penanganan kasus Harun Masiku mencuat hampir bersamaan dengan isu dugaan pelanggaran etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Sehingga wajar apabila masyarakat menilai bahwa proses hukum Harun Masiku kental nuansa politisnya.
“Kalau Pimpinan KPK sejak awal tidak mempolitisi maka polemik ini tidak akan terjadi,” ucap Praswad.
Baca juga:
IM57+ Institute Minta Firli Bahuri Berhenti Berlindung di Balik Tameng KPK
Di sisi lain, Praswad menilai langkah hukum yang ditempuh kubu PDIP dengan melaporkan penyidik KPK Rossa Purbo Bekti ke Bareskrim Polri adalah bentuk kriminalisasi.
Sebab, dia meyakini Rossa bekerja sesuai prosedur termasuk ketika menyita ponsel dan dokumen dari tangan Kusnadi selaku staf Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
“Penyelidik dan penyidik KPK sejak awal sudah melakukan tindakan yang 100 persen sesuai dengan SOP, Kode Etik, dan peraturan perundangan khususnya KUHAP dan UU KPK sehingga pelaporan ini adalah jelas sebagai bentuk kriminalisasi terhadap petugas pada level pelaksana perintah,” ungkapnya.
Baca juga:
IM57+ Institute Sebut Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Panik
Menurut Praswad, penyidik memiliki kewenangan melakukan upaya paksa termasuk menyita alat komunikasi saat menemukan indikasi adanya bukti.
Dia menegaskan, kriminalisasi tidak sesuai dengan prinsip-prinsip penegakan hukum yang independen sebagaimana kesepakatan the Jakarta Principle yang disepakati negara- negara di dunia untuk melindungi penegakan hukum.
“Pihak pelapor yang melaporkan penyidik jangan sampai salah alamat dengan menyasar pada penyidik pada level pelaksana di lapangan, tetapi seakan tidak melihat kesalahan pada level Pimpinan KPK selaku pemberi perintah dan penanggung jawab mutlak atas seluruh tindakan penyidik,” tutur Praswad.
Baca juga:
KPK Periksa Staf Sekjen PDIP Terkait Kasus Harun Masiku
IM57+ Institute mendesak pimpinan KPK bersikap satria dengan melindungi penyidik dan mengambilalih pertanggungjawaban.
“Jangan hanya menari dalam genderang politisasi kasus dan bersembunyi ketika ada masalah. Pihak yang bersembunyi di balik anak buah adalah sikap pengkhianat,” pungkasnya. (Pon)
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
PBNU Desak KPK Segera Umumkan Tersangka Korupsi Kuota Haji Biar tidak Jadi Bola Liar

KPK Cecar Eks Sekjen Kemenag Proses Terbitnya SK Kuota Haji Tambahan Era Menag Yaqut

KPK Menggali Keterangan Khalid Basalamah Terkait Perolehan Kuota Haji Khusus

Lisa Mariana di Mabes Polri Bilang Terima Duit Banyak dari RK, KPK Janji Dalami Libatkan PPATK

PN Jaksel Gelar Sidang Praperadilan Tersangka Rudy Tanoe 15 September, KPK Pastikan Hadir

Jadi Tersangka Korupsi Bansos, Rudy Tanoe Ajukan Praperadilan Lawan KPK

KPK Telusuri Aliran Dana Kasus Korupsi Kuota Haji, Termasuk ke PBNU

KPK Duga Putri Mendiang Eks Gubernur Kaltim Awang Faroek Kerap Minta Suap

KPK Tahan Putri Eks Gubernur Kaltim Awang Faroek Terkait Suap Tambang Rp 3,5 M

KPK Menduga Ridwan Kamil Terima Uang Dugaan Korupsi Bank BJB saat Jabat Gubernur Jawa Barat
