Gelar Profesor atau Guru Besar Tengah Jadi Polemik, Begini Catatan ITB

Alwan Ridha RamdaniAlwan Ridha Ramdani - Jumat, 12 Juli 2024
Gelar Profesor atau Guru Besar Tengah Jadi Polemik, Begini Catatan ITB

Kampus Institut Teknologi Bandung. (ANTARA/HO ITB)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih.com - Pemberian gelar profesor atau guru besar saat ini tengah jadi sorotan publik dan adanya kegaduhan terkait upaya untuk mendapatkan jabatan profesor oleh berbagai kalangan dengan cara tidak wajar dan melanggar etika.

Forum Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) mengingatkan bahwa guru besar merupakan jabatan fungsional akademik tertinggi bagi dosen tetap di perguruan tinggi, bukannya gelar akademis.

Ketua Forum Guru Besar ITB Prof. Ir. Mindriany Syafila memaparkan, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan pasal (1) ayat (1), Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

"Dengan itu, seorang profesor memiliki tanggung jawab tidak saja dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pembinaan komunitas keilmuan di perguruan tinggi, tetapi juga sebagai panutan moral bagi masyarakat akademis dan masyarakat luas," kata Mindriany di Bandung, Jawa Barat, Jumat.

Ia memperoleh jabatan profesor, seorang dosen harus menunjukkan pencapaian ilmiah yang luar biasa dan dilakukan dengan cara yang berintegritas tinggi, sehingga dibutuhkan waktu yang cukup panjang.

Akan tetapi, dalam beberapa tahun terakhir ini, ada kondisi yang memprihatinkan, masyarakat akademik terkait berbagai kasus dosen tetap maupun dosen tidak tetap yang berupaya mendapatkan jabatan profesor dengan cara tidak wajar dan melanggar etika dengan waktu yang relatif singkat.

Segala cara-pun, digunakan agar mendapatkan jabatan profesor sehingga terjadi pelanggaran integritas akademik. Sebagai contoh, mulai dari plagiarisme, pembajakan nama, pemalsuan dokumen, penulisan artikel di jurnal predator, fabrikasi artikel, hingga penggunaan jasa joki artikel.

"Akibatnya, bisnis bimbingan penulisan artikel ilmiah tumbuh subur di Indonesia. Di sini, karya ilmiah yang seharusnya dihasilkan dari proses yang menjunjung tinggi integritas akademik dan objektivitas, kualitas dan nilai etika akademis, kini kehilangan nilai ilmiahnya," ujarnya.

Selain itu, dengan diterbitkannya UU No 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, khususnya Pasal 72 ayat (5), terbuka lebar peluang bagi dosen tidak tetap untuk menjadi profesor, dengan syarat diusulkan oleh perguruan tinggi dan memiliki kompetensi luar biasa.

Kompetensi luar biasa ini, semestinya diartikan sebagai pengetahuan implisit dari pengalaman yang dapat diterjemahkan secara ilmiah menjadi eksplisit sehingga memiliki dampak besar bagi ilmu pengetahuan maupun masyarakat dan pertumbuhan keilmuan.

Namun ternyata, tidak mengherankan banyak pihak yang mendapatkan jabatan profesor, meskipun mereka tidak berkarir sebagai dosen tetap di perguruan tinggi.

"Berbagai cara tidak wajar dan melanggar etika juga dilakukan demi jabatan profesor. Prilaku tanpa etika ini telah mengancam marwah guru besar dan nilai-nilai luhur kegurubesaran yang dengan sendirinya menghancurkan marwah pendidikan tinggi," ujarnya.

Forum Guru Besar ITB, kata Mindriany, menyampaikan pandangan dalam lima poin, yakni:

Pertama, profesor adalah jabatan fungsional akademik tertinggi bagi dosen tetap, yang didapatkan melalui pelaksanaan Tri Darma Perguruan Tinggi, yaitu penelitian, pengajaran dan pengabdian kepada masyarakat, yang gagasan-gagasan yang dihasilkannya dituangkan dalam karya ilmiah bermutu tinggi, untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta bermanfaat bagi masyarakat.

Kedua, jabatan profesor diperoleh melalui sebuah proses penilaian yang terstruktur, bertahap, berjenjang dan bertanggung jawab, dengan menjaga secara ketat kualitas, objektivitas serta reputasi karya ilmiah yang dihasilkan. Sehingga memerlukan waktu yang cukup panjang untuk mendapatkannya sehingga memiliki status dan martabat akademik yang tinggi.

Ketiga, di samping tanggung jawab dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pembinaan komunitas akademik, seorang profesor adalah penjaga moral di sebuah perguruan tinggi. Oleh karena itu, mendapatkan jabatan profesor harus dilakukan dengan cara-cara yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral, khususnya integritas akademik.

Keempat, memperoleh jabatan profesor dengan cara yang tidak etis, akan merusak kepercayaan masyarakat Indonesia dan internasional terhadap integritas jabatan tersebut, serta secara signifikan menurunkan standar akademik dan reputasi institusi pendidikan tinggi di Indonesia, yang pada akhirnya akan berdampak negatif pada seluruh ekosistem pendidikan dan penelitian di negara kita.

Kelima, sebutan profesor atau guru besar hanya berlaku saat seorang profesor masih aktif melaksanakan Tri Darma Perguruan Tinggi.

#Guru Besar #Profesor
Bagikan

Berita Terkait

Indonesia
Profil Komjen Dedi Prasetyo, Wakapolri Baru yang Punya Gelar Profesor dan Tulis Puluhan Buku
Komjen Dedi Prasetyo baru saja ditunjuk sebagai Wakapolri. Ternyata, ia memiliki gelar profesor dan sudah menulis lebih dari 30 buku.
Soffi Amira - Rabu, 06 Agustus 2025
Profil Komjen Dedi Prasetyo, Wakapolri Baru yang Punya Gelar Profesor dan Tulis Puluhan Buku
Indonesia
Guru Besar UI: Perang Iran - Israel Bisa Picu Krisis Ekonomi di Indonesia
Ekonomi Indonesia akan terdampak secara signifikan jika eskalasi di kawasan Timur Tengah terus berlanjut.
Ananda Dimas Prasetya - Kamis, 26 Juni 2025
Guru Besar UI: Perang Iran - Israel Bisa Picu Krisis Ekonomi di Indonesia
Indonesia
Guru Besar Unnes Pamer Ijazah S1 UGM, Beda dengan Punya Jokowi
Guru Besar Universitas Negeri Semarang (Unnes), Saratri Wilonoyudho, menunjukkan ijazah S1 UGM miliknya. Ijazah tersebut berbeda dengan milik Jokowi.
Soffi Amira - Kamis, 17 April 2025
Guru Besar Unnes Pamer Ijazah S1 UGM, Beda dengan Punya Jokowi
Indonesia
Pemerintah Didesak Cabut Gelar Guru Besar UGM Pelaku Kekerasan Seksual
Kemendikti Saintek juga harus memastikan adanya mekanisme pelaporan yang aman, responsif, dan berpihak kepada korban, serta memberikan sanksi administratif terhadap perguruan tinggi yang terbukti lalai dalam mencegah dan menangani kekerasan seksual
Alwan Ridha Ramdani - Minggu, 13 April 2025
Pemerintah Didesak Cabut Gelar Guru Besar UGM Pelaku Kekerasan Seksual
Indonesia
UI Kukuhkan Tiga Guru Besar, Sampaikan Pidato tentang Sejarah MTQ Era Orde Baru Hingga Penggunaan AI
Universitas Indonesia mengukuhkan tiga Guru Besar pada Rabu (26/2).
Hendaru Tri Hanggoro - Rabu, 26 Februari 2025
UI Kukuhkan Tiga Guru Besar, Sampaikan Pidato tentang Sejarah MTQ Era Orde Baru Hingga Penggunaan AI
Indonesia
Kondisi Genting, Dewan Guru Besar UI Nilai DPR Pertontonkan Pembangkangan Hukum
Guru Besar sangat prihatin dan cemas akan masa depan demokrasi yang akan menghancurkan bangsa ini.
Alwan Ridha Ramdani - Kamis, 22 Agustus 2024
Kondisi Genting, Dewan Guru Besar UI Nilai DPR Pertontonkan Pembangkangan Hukum
Indonesia
Gelar Profesor atau Guru Besar Tengah Jadi Polemik, Begini Catatan ITB
Segala cara-pun, digunakan agar mendapatkan jabatan profesor sehingga terjadi pelanggaran integritas akademik.
Alwan Ridha Ramdani - Jumat, 12 Juli 2024
Gelar Profesor atau Guru Besar Tengah Jadi Polemik, Begini Catatan ITB
Indonesia
UGM Tambah 50 Guru Besar Baru Sepanjang Januari-Agustus 2023
Universitas Gadjah Mada (UGM) berhasil mencetak 50 guru besar baru dari berbagai bidang selama periode Januari hingga Agustus 2023. Tambahan 50 guru besar baru ini membuat UGM saat ini memiliki 415 guru besar aktif.
Mula Akmal - Selasa, 22 Agustus 2023
UGM Tambah 50 Guru Besar Baru Sepanjang Januari-Agustus 2023
Indonesia
Pecahkan Rekor MURI, Ariawan Gunadi Jadi Profesor Hukum Bisnis Termuda di Indonesia
Ariawan kelahiran 19 Maret 1985, itu artinya dia dikukuhkan menjadi guru besar tetap di usia yang sangat muda, 38 tahun. Semua prestasi itu malah terus membuatnya ingin semakin bermanfaat untuk masyarakat.
Mula Akmal - Rabu, 26 Juli 2023
Pecahkan Rekor MURI, Ariawan Gunadi Jadi Profesor Hukum Bisnis Termuda di Indonesia
Bagikan