Gejolak Harga Minyak Mentah Hantui Dunia


Kilang Minyak. (Foto: Pertamina PHE)
MerahPutih.com - Harga minyak mentah berjangka Brent di Asia, terdongkrak 23 sen atau 0,3 persen, menjadi diperdagangkan USD 91,01 dolar per barel pada pukul 01.22 GMT, sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS berada di 89,47 dolar AS per barel, menguat 11 sen atau 0,1 persen.
Harga minyak pada pekan lalu, menyentuh level tertinggi setelah 7 tahun. Naiknya harga karena kekhawatiran gangguan pasokan yang dipicu oleh cuaca dingin AS dan gejolak politik yang sedang berlangsung di antara produsen-produsen utama dunia.
Baca Juga:
Ombudsman Temukan Panic Buying Minyak Goreng
Selasa (8/2), Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Joe Biden sedang dalam pembicaraan dengan negara-negara penghasil dan konsumen minyak mengatasi harga minyak yang tinggi.
"Dengan negara-negara penghasil minyak, kita berbicara tentang usulan peningkatan produksi. Dengan negara-negara konsumen minyak, kita berbicara tentang pelepasan dari cadangan strategis," kata juru bicara Gedung Putih Jen Psaki dikutip Antara.
Pada November, Amerika Serikat mengumumkan rencana untuk melepaskan 50 juta barel minyak mentah dari cadangan minyak strategis AS untuk membantu menurunkan harga minyak. Namun, harga minyak terus meningkat.
Psaki menambahkan, untuk mendinginkan harga minyak dunia ini, pihaknya menyiapkan semua opsi.
"Tidak ada yang harus menahan pasokan dengan mengorbankan konsumen Amerika, terutama karena pemulihan dari pandemi berlanjut dan produsen minyak di seluruh dunia memiliki kapasitas untuk memproduksi pada tingkat yang sesuai dengan permintaan dan mengurangi harga tinggi," katanya.

Pada Senin (7/2) Brent naik menjadi USD 94,00 dolar per barel dalam perdagangan intraday, tertinggi sejak Oktober 2014. WTI mencapai USD 93,17 dolar pada Jumat (4/2), merupakan level tertinggi sejak September 2014.
"Pemerintah AS sedang berusaha untuk menjinakkan harga minyak dengan segera merundingkan perjanjian nuklir baru dengan Iran," kata Analis Pasar Minyak Senior Rystad Energy Louise Dickson.
Dickson mengatakan, setiap kesepakatan Iran dapat melepaskan produksi minyak mentah dan kondensat ekstra dalam empat hingga enam bulan, atau bahkan lebih cepat karena Iran diperkirakan memiliki penyimpanan minyak di laut yang kuat.
Sampai saat ini, selapan putaran pembicaraan tidak langsung antara Teheran dan Washington sejak April belum menghasilkan kesepakatan tentang dimulainya kembali pakta nuklir 2015.
"Ekspor dapat dilanjutkan dengan cepat jika kesepakatan nuklir tercapai, api itu 'jika' besar. Munculnya kembali barel Iran hanya kemungkinan pada tahap ini," " kata Tamas Varga dari broker PVM. (*)
Baca Juga:
Harga Jual Minyak Goreng Masih Tinggi, Pedagang Ngeluh Dapat Untung Sedikit
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Hakim Batalkan Kebijkan Pemotongan Dana untuk Harvard oleh Donald Trump, Pemerintah akan Ajukan Banding

Kesehatan Presiden AS Donald Trump Jadi Bola Panas di Media Sosial, Tetap Menyebar meski sudah Dibantah

Respons Pernyataan Trump, Moskow Sebut Rusia, China, dan Korut Tidak Berkomplot Melawan Amerika Serikat

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Dubes RI Harus Tarik Investor ‘Kelas Kakap’ hingga Perluas Akses Pasar di Amerika Serikat, DPR: Intinya Harus Menguntungkan Indonesia

Riza Chalid Masuk DPO, Kejagung Bicarakan Perburuan Dengan NCB Interpol

Ini Yang Akan Dibahas Dalam Pertemuan Trump dan Putin di Alaska

Meksiko Kirim 26 Tokoh Kartel Narkoba ke AS, Ada Deal dengan Trump

UFC akan Gelar Pertarungan Perdana di Gedung Putih, Rayakan 250 Tahun AS

Gedung Putih Umumkan Rencana Pembangunan Ballroom Baru Senilai Rp 3,2 Miliar, Dana Disumbang Trump dan Donor Anonim
