Ukuwala Mahiate, Tradisi Ekstrem dari Tanah Maluku


Ukuwala Mahiate, tradisi ekstrem dari tanah Maluku. (Website/aman.or.id)
Merahputih.com- Maluku memiliki tradisi ekstrem Ukuwala Mahiate atau pukul menyapu. Kata Ukuwala dan mahiate diambil dari bahasa negeri Mamala. Ukuwala berarti sapu lidi, sedangkan Mahiate artinya saling memukul.
Tradisi pukul sapu ini memiliki sejarah panjang. Dilansir dari laman Goodnewsfromindonesia.id, tradisi ini dimulai ketika Kapitan Telukabessy beserta pasukannya melawan penjajahan Portugis dan VOC pada abad ke-16 di tanah Maluku.
Mereka berupaya untuk mempertahankan Benteng Kapahaha dari serangan penjajah. Namun, perjuangan mereka pada akhirnya gagal dan benteng Kapahaha jatuh ke tangan penjajah.
Untuk menandai kekalahan tersebut pasukan Telukabessy mengambil lidi enau dan saling mencambuk hingga berdarah.
Baca juga:
Cara Merakit Sasando, Instrumen Musik Tradisional Asal Maluku
Pukul sapu yang dilakukan setiap tahun pun menjadi tradisi untuk mengenang perjuangan para pahlawan dalam mempertahankan tanah Maluku dari penjajah.
Namun kini Ukuwala Mahiate dilaksanakan dalam acara adat untuk mempererat tali persaudaraan masyarakat Desa Mamala dan Desa Morella. Beberapa masyarakat Maluku melakukan Ukuwala Mahiate ketika memasuki awal Ramadan.
Tradisi ekstrem hanya melibatkan pria. Di mana dua kelompok yang masing-masing terdiri dari 10 pemuda.
Kedua kelompok dibedakan dengan kostum yang digunakan. Satu kelompok menggunakan celana merah dan kelompok dua memakai celana hijau.
Semua peserta bertelanjang dada dan wajib memakai ikat kepala dari kain berang guna menutupi area telinga.
Setiap peserta dibekali dengan alat pukul dari sapu lidi pohon enau dengan panjang 1,5 meter. Sapu lidi bertekstur kuat tapi cenderung lentur. Kekuatan inilah yang menimbulkan efek melukai tubuh.
Sebelum pukul manyapu dimulai, para pemain didoakan melalui ritual yang dilakukan tetua adat. Memulai atraksi, suling akan ditiup dan obor Kapitan Telukabessy akan dinyalakan.
Baca juga:
Setiap peserta akan berdiri berhadapan dengan kelompok lawan di tengah lapangan. Setiap orang juga sudah memegang sapu lidi dan akan segera diganti jika rusak atau patah.
Pukul memukul pun akan dilakukan secara bergantian. Anggota tubuh yang boleh dipukul adalah dari dada hingga perut.
Saat aksi ini berlangsung pemain tidak ada yang menghindar, mereka justru merasakan senang dengan siksaan yang ada dan lebih menyerahkan diri. (Tka)
Bagikan
Tika Ayu
Berita Terkait
Tahok dan Bubur Samin Solo Jadi Warisan Budaya tak Benda

Tradisi Yaa Qowiyyu Klaten, Ribuan Warga Berebut Gunungan Apem

Tanimbar Maluku ‘Diguncang’ Gempa Senin (30/6) Pagi, BMKG: Waspadai Potensi Susulan

Tradisi Murok Jerami Desa Namang Resmi Diakui Jadi Kekayaan Intelektual Khas Indonesia

Lebaran Sapi, Tradisi Unik Warga Lereng Merapi Boyolali Rayakan Hewan Ternak

Filosofi Tradisi Kutupatan Jejak Peninggalan Sunan Kalijaga

4 Tips Prank April Mop Sukses Mengundang Gelak Tawa

Gunakan Perhitungan Hisab Leluhur, Warga Negeri Wakal Gelar Salat Idul Fitri 2025, Sabtu (29/3)

Gempa Magnitudo 5,2 Guncang Maluku Terasa Hingga Bali, Tidak Ada Peringatan Tsunami

Gempa 5,7 Magnitudo Guncang Seram Bagian Timur, BMKG Minta Masyarakat Tenang
