Eksportir Indonesia Perlu Perhatikan Penggunaan Pewarna Makanan Sintetis pada Produk Ekspor ke AS

Ananda Dimas PrasetyaAnanda Dimas Prasetya - Senin, 05 Mei 2025
Eksportir Indonesia Perlu Perhatikan Penggunaan Pewarna Makanan Sintetis pada Produk Ekspor ke AS

Ilustrasi ekspor produk. (Foto: MerahPutih.com/Didik)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih.com - Perwakilan Perdagangan (Perwadag) Indonesia di Amerika Serikat (AS) mengimbau eksportir Indonesia untuk lebih memperhatikan penggunaan pewarna makanan dalam produk-produk yang diekspor ke Negeri Paman Sam.

Hal ini terkait dengan rencana Pemerintah AS yang akan melarang penggunaan delapan pewarna sintetis berbasis minyak bumi untuk produk makanan dan minuman (mamin), serta produk farmasi di pasar AS. Kebijakan ini direncanakan efektif pada akhir 2026.

Kepala Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Chicago, Dhonny Yudho Kusuma, menyampaikan pertimbangan yang dijadikan dasar sebagai pelarangan tersebut adalah hasil penelitian yang menghubungkan pewarna sintetis dengan sejumlah penyakit.

"Pelarangan tersebut didasarkan pada hasil penelitian yang menghubungkan pewarna sintetis dengan hiperaktivitas, diabetes, dan kanker. Meskipun, beberapa peneliti menyatakan bukti kausalitas pewarna sintetis masih tidak pasti," kata Dhonny, Senin (5/5).

Baca juga:

Mendag Perbanyak Penjajakan Bisnis Buat Tingkatkan Ekspor, Optimalkan 33 Perwakilan di Luar Negeri

Dhonny melanjutkan, hubungan pewarna sintetis dengan sejumlah penyakit masih perlu pengkajian lebih dalam. Namun, akan ada dampak pelarangan pewarna sintetis bagi nilai impor produk mamin AS dari seluruh dunia, termasuk dari Indonesia.

"Pelarangan penggunaan pewarna sintetis untuk produk mamin menambah panjang daftar hambatan untuk memasuki pasar AS. Selain peningkatan tarif impor yang dikenakan Pemerintah AS, pelarangan pewarna sintetis diperkirakan dapat mempengaruhi nilai impor produk mamin AS dari seluruh dunia, termasuk dari Indonesia," ungkap Dhonny.

Rencana pelarangan delapan pewarna sintetis ini disampaikan Menteri Kesehatan AS Robert F. Kennedy Jr. dalam konferensi pers pada 22 April 2025 bersama Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (Food dan Drug Administration/FDA) Marty Makary.

Pada konferensi pers tersebut, FDA berkomitmen mencabut penggunaan dua pewarna makanan sintetis, yaitu Citrus Red No. 2 dan Orange B pada beberapa bulan mendatang. Selain itu, enam pewarna sintetis, yaitu Red Dye No. 40, Yellow Dye No.5, Yellow Dye No. 6, Blue Dye No. 1, Blue Dye No. 2, dan Green Dye No. 3 pada akhir 2025.

Kepala FDA juga meminta produsen makanan untuk tidak menggunakan Red Dye No. 3 pada akhir 2026. Tenggat waktu ini lebih awal dari pengumuman sebelumnya, yaitu 2027—2028.

Dhonny mengatakan, belum ada kepastian tentang sanksi karena belum ada perjanjian formal antara FDA dan industri makanan AS.

"Sampai konferensi pers selesai, belum ada perjanjian formal antara FDA dan industri makanan dalam menghilangkan pewarna buatan dalam produk makanan. Sehingga, belum ada kepastian sanksi yang akan dikenakan bagi para pelaku usaha yang tidak mematuhi peraturan tersebut," ungkap Dhonny.

Baca juga:

Ekspor ke AS Terancam Tarif Tinggi, Pemerintah Diminta Bertindak Cepat

Meskipun begitu, asosiasi industri AS telah mengirimkan proposal kepatuhan sukarela (voluntary compliance) kepada FDA. Sementara itu, beberapa produsen mamin olahan sedang mereformulasi produk-produk mereka agar dapat mematuhi peraturan baru dan tetap memiliki kualitas yang serupa dengan sebelum adanya kebijakan pelarangan.

Menindaklanjuti pelarangan delapan pewarna sintetis, FDA berencana untuk mengeluarkan izin penggunaan empat pewarna makanan alami dalam beberapa minggu ke depan. Izin bagi keempat pewarna alami dimaksudkan untuk memfasilitasi transisi ke alternatif bahan yang lebih aman. Keempat pewarna alami tersebut, yaitu calcium phospate, galdieria extract blue, gardenia blue, dan butterfly pea flower extract.

Menurut Dhonny, peralihan ke bahan pewarna alami dapat meningkatkan biaya produksi. Pewarna alami cenderung lebih mahal dibandingkan dengan pewarna sintetis. Selain itu, untuk menghasilkan warna yang terang, pewarna alami memerlukan jumlah lebih banyak dibandingkan pewarna sintetis.

"Menurut beberapa produsen, hal ini dapat mengakibatkan gangguan rantai pasokan dan potensi peningkatan harga-harga makanan bagi konsumen di AS," kata Dhonny. (Asp)

#Ekspor #Amerika Serikat #Ekspor Indonesia
Bagikan
Ditulis Oleh

Asropih

Berita Terkait

Indonesia
Kantor Bea Cukai Digeledah, Kejagung Belum Tetapkan Tersangka Kasus Korupsi Ekspor Limbah Minyak Sawit
Kejagung belum menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi ekspor limbah minyak sawit. Sebelumnya, Kejagung telah menggeledah kantor Bea Cukai.
Soffi Amira - Jumat, 24 Oktober 2025
Kantor Bea Cukai Digeledah, Kejagung Belum Tetapkan Tersangka Kasus Korupsi Ekspor Limbah Minyak Sawit
Indonesia
Kejagung Geledah Kantor Bea Cukai, Selidiki Dugaan Korupsi Ekspor Limbah Minyak Sawit
Kejaksaan Agung menggeledah kantor Bea Cukai, Rabu (22/10) lalu. Penggeledahan ini masih terkait dugaan korupsi ekspor limbah minyak sawit.
Soffi Amira - Jumat, 24 Oktober 2025
Kejagung Geledah Kantor Bea Cukai, Selidiki Dugaan Korupsi Ekspor Limbah Minyak Sawit
Indonesia
Permintaan Tinggi, Jerry Hermawan Lo Ungkap Desiccated Coconut Indonesia Tembus Pasar Global
Owner PT Royal Agro Industri, Jerry Hermawan Lo mengatakan, desiccated coconut kini sudah menembus pasar global.
Soffi Amira - Jumat, 17 Oktober 2025
Permintaan Tinggi, Jerry Hermawan Lo Ungkap Desiccated Coconut Indonesia Tembus Pasar Global
Dunia
Media Besar AS Tolak Pembatasan Pers, Ramai-Ramai Say Good Bye ke Pentagon
Menteri Pertahanan Pete Hegseth menanggapi gelombang penolakan dari berbagai media dengan mengunggah emoji tangan melambai di platform X, isyarat perpisahan yang dianggap sinis.
Dwi Astarini - Jumat, 17 Oktober 2025
 Media Besar AS Tolak Pembatasan Pers, Ramai-Ramai Say Good Bye ke Pentagon
Indonesia
Australia Cabut Bea Masuk Anti-Dumping Kaca Apung Bening Indonesia, Ekspor Melejit
Komisi Anti-Dumping Australia menyebutkan Oceania Glass, satu-satunya produsen kaca apung bening di Australia, telah menghentikan produksi sejak 6 Maret 2025.
Wisnu Cipto - Kamis, 16 Oktober 2025
Australia Cabut Bea Masuk Anti-Dumping Kaca Apung Bening Indonesia, Ekspor Melejit
Berita Foto
Aktivitas UMKM Budidaya Ikan Mas Koki Beromzet Ratusan Juta
Pekerja memisahkan ikan mas koki (Carassius auratus) di Pembudidaya Ikan Hias Mas Koki, CCB Goldfish Farm, Tangerang Selatan, Banten, Senin (13/10/2025).
Didik Setiawan - Senin, 13 Oktober 2025
Aktivitas UMKM Budidaya Ikan Mas Koki Beromzet Ratusan Juta
Indonesia
Perang Dagang AS-China, Menkeu: Biar Aja Mereka Berantem, Kita Untung
Presiden AS Donald Trump baru saja menetapkan tarif impor sebesar 100 persen terhadap produk asal China mulai 1 November 2025
Wisnu Cipto - Senin, 13 Oktober 2025
Perang Dagang AS-China, Menkeu: Biar Aja Mereka Berantem, Kita Untung
Dunia
Helikopter Jatuh di Pantai California, 5 Orang Terluka Termasuk Pejalan Kaki
Helikopter jatuh di kawasan Huntington Beach, California, Amerika Serikat, pada Sabtu sore (11/10) waktu setempat saat berlangsungnya acara tahunan Cars ‘N Copters on the Coast.
Wisnu Cipto - Minggu, 12 Oktober 2025
Helikopter Jatuh di Pantai California, 5 Orang Terluka Termasuk Pejalan Kaki
Dunia
Shutdown Pemerintah AS Ancam Ratusan Ribu Pekerja, Ekonomi Berisiko Terguncang
Banyak layanan publik dari pendidikan hingga lingkungan terganggu, tapi agenda deportasi disebut tetap berjalan penuh.
Dwi Astarini - Jumat, 03 Oktober 2025
Shutdown Pemerintah AS Ancam Ratusan Ribu Pekerja, Ekonomi Berisiko Terguncang
Indonesia
Satuan Tugas Mulai Selidiki Radiasi Cs-137 Yang Dikeluhkan Amerika, Mulai Dari Cengkeh Lalu ke Udang
Satgas Cesium 137 baru menerima laporan dari Pemerintah Amerika Serikat (AS) terkait dengan temuan komoditas cengkeh yang mengandung zat radioaktif.
Alwan Ridha Ramdani - Jumat, 03 Oktober 2025
Satuan Tugas Mulai Selidiki Radiasi Cs-137  Yang Dikeluhkan Amerika, Mulai Dari Cengkeh Lalu ke Udang
Bagikan