DPR Kritisi Kegagalan Pemantauan Etik Dokter Setelah Banyaknya Kasus Pelecehan Seksual
Ilustrasi dokter spesialis. (Foto: Unsplash/Online Marketing)
MerahPutih.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memanggil Kemenkes untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap ekosistem kesehatan nasional yang dinilai belum berjalan secara efektif, terutama setelah banyaknya kasus pelecehan seksual oleh dokter.
Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto menilai, deretan kasus pelecehan seksual oleh oknum dokter di berbagai wilayah yang memicu kemarahan publik merupakan cermin kegagalan pengawasan kode etik dan moral dunia medis.
Edy menyebutkan, perbuatan tersebut tindakan paling tercela yang mencoreng profesi kedokteran. Dia mengapresiasi langkah cepat aparat penegak hukum, karena kasus ini telah masuk ke ranah pidana.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan telah memberikan kerangka kerja yang jelas untuk menciptakan ekosistem pelayanan kesehatan yang bermartabat.
Baca juga:
Dalam UU tersebut, katanya, telah dirancang sistem pendidikan, standar layanan, hingga mekanisme pengawasan etik dan kompetensi profesi secara terintegrasi.
“Dalam UU Kesehatan yang baru, konsil kesehatan, majelis etik, dan majelis disiplin, kini berada langsung di bawah negara, bukan lagi hanya di bawah organisasi profesi. Harapannya, ini menjadi alat kontrol yang efektif untuk menjaga standar moral dan kompetensi tenaga medis dan tenaga kesehatan,” kata Edy.
Legislator itu juga menyoroti peran pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes), yang telah diberikan kewenangan untuk mengatur perizinan pelayanan kesehatan.
Selain itu ada tugas dan fungsi kolegium, konsil kesehatan, majelis kesehatan, serta sinergi dengan organisasi profesi yang sudah diatur dalam UU 17 tahun 2023.
Ia menilai para pemangku kepentingan ini seharusnya bisa menjaga moral, etik, dan kompetensi dokter. Namun kasus-kasus tersebut masih saja terjadi. Dan mengkritisi respons lamban dari para pemangku kepentingan di sektor kesehatan yang baru bertindak setelah kasus mencuat ke publik.
Dia mencontohkan, pencabutan Surat Tanda Registrasi (STR) oleh Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) yang baru dilakukan setelah kasus viral. Hal ini sebagai bukti lemahnya sistem mitigasi dan pengawasan etik yang seharusnya dapat mencegah terjadinya pelanggaran sejak awal.
"Komisi IX DPR RI mendorong agar institusi pendidikan, kolegium, konsil kesehatan, majelis kesehatan, organisasi profesi, dan pemerintah bersinergi serta membangun sistem koordinasi yang kuat. Jangan sampai fungsi pengawasan hanya menjadi formalitas tanpa substansi," katanya. (*)
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
DPR Tegaskan Tumpukan Beras Bulog 3,8 Juta Ton Seharusnya Cukup untuk Tameng Subsidi, Bukan Jadi Alasan Cabut Izin Pedagang
Kuota Haji 2026 Akhirnya Ditetapkan 221.000 Jemaah, Negara Wajib Beri Pelayanan Terbaik Bukan Cuma Janji Manis
DPR INgatkan Revisi UU ASN Harus Komprehensif, Bukan Cuma Soal Pengawas Tapi Juga Kepastian Status Honorer
Usulan PPPK Diangkat Jadi PNS Dapat Dukungan dari DPR: Demi Kesejahteraan dan Karier yang Pasti
Hari Santri Jadi Momen Krusial! Pemerintah Diingatkan Agar Pendidikan Keagamaan Tidak Terlupakan dalam Revisi UU Sisdiknas
Politikus DPR Usulkan Pelajaran Bahasa Portugis Diujicobakan di NTT
DPR Sebut 'Gimmick' AMDK Berlabel 'Air Pegunungan' Bentuk Pelecehan Kedaulatan Negara, Menteri Jangan Hanya Mengimbau Masyarakat
HET Pupuk Turun Sampai 20 Persen di Seluruh Indonesia, Aparat Diminta Jangan Santai
[HOAKS atau FAKTA]: DPR Dibubarkan Karena Dianggap Tak Berguna dan Selalu Menghalangi Rakyat
DPR Tak Masalah Bahasa Portugis Masuk ke Sekolah, Tapi Ada Syarat Khusus Biar Siswa Enggak Stres Gara-gara Tugas Tambahan