Buku 'Arsip dan Refleksi Gusmiati Suid' Mengekalkan Dedikasi Maestro Tari asal Minang


Gusmiati Suid, maestro tari berdarah minang. (Foto: Dok. BWCF)
GERAK rantak kaki dan hentakkan tubuh dalam balutan musik Minangkabau memenuhi Studio Tari Salihara, Jakarta, pada Sabtu, 24 Juni 2023. Tamu undangan menyaksidengarkan penampilan para penari secara seksama, seolah terhipnotis.
Pertunjukan itu jadi bagian acara peluncuran buku Gusmiati Suid: Arsip dan Refleksi untuk menghormati dedikasi Gusmiati Suid, maestro tari berdarah minang.
Buku itu digarap oleh penerbit BWCF (Borobudur Writers and Cultural Festival) SOCIETY dan didukung oleh Program Dokumentasi Pengetahuan Maestro - Dana Indonesiana, Ditjenbud, Kemendikbudristek.
Memasuki sesi diskusi, suasana berubah emosional. "Satu per satu tamu undangan yang memiliki ‘hubungan’ erat dengan Gusmiati Suid mulai mengisahkan kenangan kenangannya dengan sang maestro," kata Christy Ratna Gayatri, perwakilan BWCF, melalui keterangan resmi kepada Merahputih.com.
Gusmiati Suid, atau karib dipanggil Bu Yet, lahir di Parak Juar, Batusangkar, pada 16 Agustus 1942 Sejak belia, dia belajar tari tradisi Minangkabau dari seorang seniman tari Minangkabau, yakni Huriah Adam.
Baca juga:
Menurut Helly Minarti, peneliti tari yang menjadi pembicara diskusi, Huriah Adam adalah koreografer pascakolonial Indonesia pertama yang mengulik kedalaman khasanah tari dan kebudayaan Minangkabau sebagai inspirasi, untuk kemudian ditransformasikan menjadi ekspresi artistik individual.
Gusmiati juga menggeluti dunia silek (sejenis ilmu beladiri Minangkabau-Red.) yang diwajibkan untuk dipelajari oleh Mamaknya (paman dari garis Ibu) yang bernama Wahid Sampono Alam.
Latar belakang dan kombinasi antara tari dan silek kemudian membentuk diri Gusmiati Suid sebagai seorang koreografer yang kuat dan melekat dengan roh tradisi.
Pada 1982, Gusmiati mendirikan sanggar Gumarang Sakti di kampung halamannya. Dia kemudian ‘hijrah’ pada 1987 menuju Depok, kota kecil di pinggiran Jakarta.
Gusmiati menjadikan Sanggar Gumarang Sakti sebagai laboratorium untuk memproduksi karya-karyanya setiap tahun. Sepanjang kariernya, dia telah melahirkan puluhan karya. Beberapa diantaranya adalah “Rantak” (1978), “Gandang” (1981), “Limbago” (1987), “Bakaba “Kiat” (1992-1993), “Seruan” (1995), dan “Kabar Burung” (1997).
“Api dalam Sekam” (1998), adalah karya berdurasi 60 menit yang ditampilkan pada pembukaan ASI II 1998 (Art Summit Indonesia) dan menjadi karya monumental Gusmiati Suid.
Bagi Helly Minarti, “Api dalam Sekam” merupakan puncak capaian artistik seorang Gusmiati Suid. Tari itu mengangkat isu politik pada periode sezaman.
Baca juga:

Karena itu, Seno Joko Suyono (wartawan Tempo) menyebut Gusmiati bukan hanya sekedar seorang penari, melainkan juga pengamat sosial.
Salah satu titik penting dalam capaian Gusmiati Suid adalah ketika memperoleh penghargaan The Bessie Award sebagai The Outstanding Creative Achievement during the 1990-19991 season dari New York Dance and Performance Award pada Festival Kebudayaan Indonesia Amerika Serikat (KIAS) pada 1991.
Penyusunan buku Gusmiati Suid: Arsip dan Refleksi berangkat dari kepedulian putri bungsu Gusmiati Suid, Yessy Apriati/Eci (54), terhadap arsip-arsip berupa liputan media massa hingga catatan metode kerja sang ibunda, yang hingga saat ini belum didokumentasikan dengan baik.
Yessy mengungkapkan bahwa ia ingin membuka arsip ini kepada umum sehingga capaian-capaian Gusmiati Suid dapat dibaca kembali oleh berbagai kalangan dan berharap dapat menginspirasi generasi muda.
Di sisi lain, ada banyak publikasi dan penelitian mengenai Gusmiati Suid yang memuat data-data kurang akurat. Oleh karena itu, dia berharap kehadiran buku ini mampu meluruskan kesalahan dalam penulisan biografi dan pemikiran Gusmiati Suid. (dru)
Baca juga:
Bagikan
Hendaru Tri Hanggoro
Berita Terkait
Berkiprah di Korea, Miyu Pranoto Harumkan Nama Indonesia Lewat Dunia Tari

Festival Solo Menari 2025: Angkat Tema Alam Lewat Ratusan Penari Daun

Selama 24 Jam 1.500 Orang Menari di Solo, Ada Perwakilan Dari Thailand dan Malaysia

Tari Ma'randing dari Sulawesi Selatan, Prosesi Pengantar Menuju Pemulasaraan

Etoile Dnace Center Persembahkan 'Full Length Ballet - Le Corsaire Jakarta' Karya Lisa Macuja Elizalde, Pertunjukan Digelar 2 Hari
Padepokan Seni Alang-Alang Kumitir Unjuk Gigi di Galeri Indonesia Kaya

Tari Lenso dari Maluku, Seni Peninggalan Penjajah sebagai Perekat Persaudaraan

Tari 'Tolire Ma Jojoho' Memukau Para Pengunjung Galeri Indonesia Kaya

Tidi lo Polopalo, Seni Tari Sarat Makna dari Gorontalo
