Benarkah Kerusuhan di Mako Brimob Hanya Persoalan Makanan?


Napi kasus terorisme keluar dari rutan Brimob saat menyerahkan diri di Rutan cabang Salemba, Mako Brimob, Kelapa Dua, Jakarta, Kamis (10/5). ANTARA FOTO/Humas Mabes Polri
MerahPutih.com - Kerusuhan pecah di Mako Brimob pada Rabu (8/5) malam WIB. Kericuhan tersebut berawal dari napi terorisme yang tidak senang dengan napi lainnya.
Nahas, dalam peristiwa berdarah tersebut, lima anggota polisi dan seorang narapidana terorisme meninggal dunia. Beruntung, satu polisi berhasil diselamatkan dari penyanderaan.
Menanggapi kejadian mengenaskan tersebut, Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha) Azmi Syahputra menilai kerusuhan di Rutan Mako Brimob bukan semata masalah makanan melainkan ada masalah besar yang harus diungkap.
"Tema gara gara makanan hanyalah menjadi pemicunya saja, pasti ada persoalan besar yang terjadi. Penyidik harus meneliti dan mengungkap lebih komprehensif agar ditemukan masalah utamanya," kata Azmi di Jakarta, seperti dilansir Antara, Kamis (10/5)

Ia menyebutkan tindakan para tahanan itu merupakan bentuk kesengajaan dan sudah ada persiapan untuk melihat keadaan dan waktu yang tepat. Sehingga dipilihlah waktu petugas atau penjagaan lebih kendor dalam hal ini jam waktu makan atau istirahat.
"Waktu itulah dianggap napi adalah waktu yang tepat untuk melakukan perlawanan dalam rutan," katanya.
Ia menambahkan pelaku sangat tahu kondisi dan sudah tahu apa risiko dan konsekuensi dari apa yang mereka perbuat, sampai menimbulkan korban bagi petugas kepolisian yang harus meninggal dunia
"Jadi pelaku menyadari risiko terburuk dari apa yang dilakukannya," ujar Azmi yang juga dosen di Universitas Bung Karno (UBK) ini
Dari kejadian dan tindakan yang diperbuat tersebut terlihat para pelaku masih mengganggap bahwa perbuatannya atau tindakan sebagai pelaku teroris adalah benar. Dan menganggap simbol "polisi" adalah musuh bagi pelaku. Ini yang jadi bagian masalah, selanjutnya masalah lain adalah pembinaan dan penempatan napi ini juga menjadi masalah utama.
"Maka Kementrian Hukum dan HAM harus memiliki formulasi yang berbeda untuk melakukan pembinaan bagi tahanan atau napi teroris. Penempatan tahanan di Mako Brimob tidak efektif dan pembinaan napi masih belum maksimal. Karena para napi belum memiliki kesadaran atau rasa bersalah atas perbuatan yang dilakukannya, di sini perlu polesan sentuhan kemanusiaan,dan tentunya wujud perlindungan hak asasi itu teroperasional agar pelaku merasa masih ada kesempatan dan manfaat dalam hidupnya serta dapat sadar," paparnya.

Persoalannya, kata dia, polisi yang masih "dianggap" sebagai musuh oleh para pelaku akan sulit untuk memberikan nutrisi penyadaran kepada para napi sehingga Kementerian Hukum dan HAM melalui Dirjen Lapas harus bergerak cepat dan kembali pada tupoksi sebenarnya untuk melakukan pembinaaan kepada para napi.
"Bukan mengalihkan atau menempatkan para napi dengan karakteristik khusus ini kepada pihak kepolisian," pungkasnya. (*)
Bagikan
Andika Pratama
Berita Terkait
Kondisi Terkini di Sekitar Mako Brimob Kwitang: Lalu Lintas Lancar, Aparat TNI dan Brimob Masih Siaga

Pasukan Oranye dan TNI Bersihkan Sisa Demo di Mako Brimob Kwitang, Lalu Lintas Sudah Normal

Situasi Demo Terkini: Halte Transjakarta dan Gedung DPRD Makassar Dibakar Massa

Aksi Bentrok Massa dengan Aparat kepolisian di Mako Brimob Kwitang Jakarta

Suasana Aksi Demo Geruduk Mako Brimob Kwitang Jakarta Memanas

Aksi Massa Driver Ojol Geruduk Mako Brimob Kwitang Jakarta

Gas Air Mata Meluncur Keluar dari Dalam Mako Brimob, Massa Bakar Mobil dan Motor Hingga Asap Membubung ke Langit

Sejumlah Kereta Api Jarak Jauh Berangkat dari Stasiun Jatinegara Buntut Demo di Kwitang, Ini Daftarnya

Dansat Brimob Polda Metro Jaya Dihujani Botol Air Mineral di Depan Markasnya

Dikawal TNI, Massa Pengepung Mako Brimob Kwitang Bersedia Mundur ke Arah Flyover Senen
