Belum Terbitnya Perppu KPK Dianggap Kemunduran Demokrasi
Aksi menuntut penerbitan Perppu KPK di depan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, Senin (28/10/2019). (ANTARA/Livia Kristianti)
MerahPutih.com - Direktur Ekekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti menyebut bahwa demokrasi Indonesia tengah mengalami kemunduran karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak kunjung menerbitkan perppu KPK.
Ray mengatakan, apa yang terjadi kini mirip seperti era orde baru. "Ini kurang baik bagi demokrasi" kata Ray kepada wartawan di Kantor Formappi, Jakarta Timur, Senin (2/11).
Baca Juga:
Keberadaan Dewan Pengawas KPK Persulit Upaya Memberantas Korupsi
Menurut Ray, revisi UU KPK jauh dari prinsip pemerintahan yang bersih. Selain itu, para pengkritik jalannya pemerintahan juga selalu diancam untuk dilaporkan ke polisi.
Jokowi, kata Ray, telah menyampaikan menghormati proses di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan belum menunjuk Dewan Pengawas KPK. Namun, lanjut dia, sopan dan santun dalam bernegara tersebut telah mengorbankan lembaga antirasuah yang tidak lagi mempunyai kewenangan apapun lantaran UU KPK telah berlaku.
"Jokowi tidak menempatkan kata sopan secara tepat. Jokowi tidak kesatria. Presiden seirama dan segendang dengan DPR terkait RUU KPK pernyataan beliau percaya tidak ingin mengkhianati demokrasi, menurut saya itu bualan semata," imbuhnya
Sementara, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengingingatkan kembali bahwa kewenangan penetapan perppu berada di tangan Jokowi. Lagi pula, tambah dia, bekas Gubernur DKI Jakarta tersebut sempat menjanjikan perppu menyusul aksi demonstrasi mahasiswa.
Menurut Lucius, perhatian publik memang sempat teralihkan dengan seremoni pelantikan Jokowi-Ma’ruf Amin dan seleksi calon anggota Kabinet Indonesia Maju. Ketika publik masih berharap, Jokowi justru menyatakan belum berencana mengeluarkan perppu dengan alasan adanya proses pengujian UU KPK hasil revisi di MK.
“Artinya harapan keluarnya perppu hampir pasti sangat kecil bahkan dibilang tak ada dalam waktu dekat,” katanya.
Baca Juga:
Eks Ketua MK Juluki Dewan Pengawas 'Partner Berkelahi' yang Dibutuhkan KPK
Pada 17 Oktober, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengundangkan UU KPK hasil revisi yang bernomenklatur UU No. 19/2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pengundangan dilakukan setelah 30 hari persetujuan di DPR karena Jokowi tidak bersedia meneken pengesahan beleid tersebut.
Sebelum diundangkan, elemen masyarakat sipil meminta Jokowi mencabut UU KPK hasil revisi melalui pembentukan perppu. Bahkan, tercatat korban tewas mahasiswa dalam aksi menuntut pembentukan perppu.
Akhir pekan lalu, Jokowi mengatakan bahwa dirinya belum berencana menetapkan perppu. Pasalnya, saat ini tengah berlangsung proses pengujian konstitusionalitas UU KPK hasil revisi di Mahkamah Konstitusi. (Knu)
Baca Juga:
Eks Ketua MK Juluki Dewan Pengawas 'Partner Berkelahi' yang Dibutuhkan KPK
Bagikan
Berita Terkait
60 Laporan Harta Kekayaan Pejabat Terindikasi Dari Korupsi
Grup WA 'Mas Menteri Core' Bakal Dibongkar! Nadiem Makarim Siap Buka-bukaan Chat Rahasia di Persidangan
KPK Geledah Kantor Bupati Bekasi, Sita 49 Dokumen dan 5 Barang Bukti Elektronik
Kejaksaan Ingin Bersih-Bersih, Minta Masyrakat Laporkan Jaksa Bermasalah
KPK Tahan Kasi Datun Kejari HSU, Sempat Melawan dan Kabur saat OTT
KPK Lakukan 11 OTT, Tetapkan 118 Tersangka, dan Pulihkan Aset Negara Rp 1,53 Triliun Sepanjang 2025, Tertinggi dalam 5 Tahun Terakhir
KPK Bawa Duit Rp 400 Juta Dari Rumah Dinas Bupati Indragiri Hulu Riau, Ada Dolar Singapura
Kejagung Pecat Kajari Huku Sungai Utara dan 3 Anak Buahnya Setelah Terjaring OTT KPK
Sesalkan OTT Jaksa, Komisi III DPR Minta Akar Masalah Penegakan Hukum Diusut
45 Jaksa Ditangkap Diduga Korupsi, ICW Soroti Kinerja Jaksa Agung