Belajar dari Kerusuhan di AS, Polri Harus Hentikan dan Usut Tuntas Penyiksaan Warga


Anggota polisi menahan demonstran yang ikut ambil bagan dalam pawai menentang kematian George Floyd di tahanan kepolisian Minneapolis, di Brooklyn, New York City, AS, Minggu (31/5). ANTARA FOTO/Reuter
MerahPutih.com - Peristiwa Penyiksaan oleh anggota kepolisian Minneapolis, Minnesota, Amerika Serikat yang menyebabkan kematian George Floyd bisa menjadi pembelajaran bagi Polri
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta) mencatat dalam tiga tahun terakhir terjadi 34 Kasus penyiksaan yang diadukan ke mereka.
Baca Juga
Ketua Fraksi PAN Minta Warga Disiplin Terapkan Protokol Kesehatan
Catatan Laporan HAM YLBHI 2019 mengungkap 78 kasus pelanggaran dalam aksi demonstrasi sepanjang 2019 di Indonesia dengan 51 Korban Tewas dan 44 orang di antaranya tewas misterius karena tidak ada informasi resmi yang dikeluarkan.
Selain itu, terdapat 144 (seratus empat puluh empat) kasus pelanggaran hak fair trial, 56 (lima puluh enam) kasus di antaranya adalah dugaan penyiksaan. Salah satu kasus yang mencuat adalah ditembak matinya Mahasiswa Univeristas Halu Oleo beberapa waktu lalu.

"Parahnya, 6 orang pelaku hanya diberikan sanksi etik dan hanya 1 orang yang diproses secara pidana. Itupun tidak ada atasan yang diproses karena tidak ada pengungkapan berdasarkan rantai komando," kata LBH dalam keteranganya, Senin (1/6).
LBH menyebut, berbagai peristiwa penyiksaan semestinya tidak terjadi. Hal ini mengingat Indonesia sudah memiliki aturan hukum yang melarang praktik penyiksaan yaitu Pasal 28 huruf g ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Ratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, dan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.
"Namun demikian pada implementasinya, mekanisme pengusutan pelaku penyiksaan oleh anggota kepolisian masih berbelit-belit dan lamban," ungkap LBH.
Berdasarkan praktik-praktik yang telah LBH Jakarta lakukan, pengaduan secara etik ke Propam tidak semua pengaduan ditindaklanjuti oleh Propam, dan prosesnya sangatlah lambat.
"Pun mekanisme pelaporan balik secara pidana oleh anggota yang diduga melakukan penyiksaan hingga kini tidak ada ujungnya," terang LBH.
LBH mendesak agar pemerintah Indonesia untuk mengambil langkah meratifikasi Protokol Opsional pada Konvensi menentang Penyiksaan. Ini agar dapat menghentikan praktik-praktik penyiksaan, khususnya praktik penyiksaan yang dilakukan oleh anggota kepolisian.
Baca Juga
Update Corona DKI Senin (1/6): 7.383 Positif, 2.246 Orang Sembuh
"Polri harus mematuhi prinsip due process of law, serta menghindari penggunaan tindakan kekerasan dalam proses penegakan hukum. Termasuk mengusut tuntas jika ada anggotanya yang diduga terliibat," jelas LBH. (Knu)
Bagikan
Andika Pratama
Berita Terkait
LBH Jakarta Kritik Rencana Gubernur Pramono Pasang CCTV di Pemukiman: Ancam Hak Privasi Warga

LBH Jakarta Soroti Potensi Pelanggaran Hak Tersangka dan Kewenangan Absolut di RUU KUHAP

Masyarakat Korban Pertamax Oplosan Berhak Dapat Ganti Rugi dari Pertamina

LBH Jakarta Khawatir RUU Penyiaran Batasi Kemerdekaan Pers
