Aturan Anyar Pajak Kripto: Pajak Penghasilan 0,21 Sampai 1 Persen Per Transaksi, PPN Tidak Dikenakan Lagi
Ilustrasi kripto. (Foto Unsplash Kanchanara)
MerahPutih.com - Kementerian Keuangan menetapkan tarif baru pajak kripto melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025.
Perubahan ini di mana perubahan utama terletak pada kenaikan tarif pajak penghasilan (PPh) 22 final dan pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN).
Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menjelaskan penyesuaian tarif pajak kripto itu dipengaruhi oleh perubahan sifat kripto.
Kripto sebelumnya ditetapkan sebagai komoditas ketika diperdagangkan di bursa berjangka. Besaran tarif PPh 22 final yang ditetapkan sebesar 0,1 persen dari transaksi yang dilakukan di exchange (Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik/PPMSE) terdaftar Bappebti dan 0,2 persen dari transaksi di PPMSE tidak terdaftar Bappebti.
Seiring dengan peralihan kripto menjadi aset keuangan digital di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK), PPh 22 final ditetapkan sebesar 0,21 persen untuk pungutan yang dilakukan oleh PPMSE dalam negeri dan 1 persen untuk pungutan oleh PPMSE luar negeri atau penyetoran mandiri.
Sedangkan untuk PPN, besaran tarif sebelumnya ditetapkan sebesar 0,11 persen dari nilai transaksi jika dilakukan melalui PPMSE yang terdaftar di Bappebti dan 0,22 persen dari transaksi yang dilakukan di PPMSE tidak terdaftar di Bappebti.
Dengan perubahan menjadi instrumen keuangan, kripto diperlakukan setara dengan surat berharga, sehingga dibebaskan dari pengenaan PPN.
Ia menegaskan, di PMK baru, PPN tidak dikenakan lagi karena sudah masuk karakteristik surat berharga.
"Adapun PPh pasal 22 finalnya ada sedikit kenaikan, untuk mengkompensasi PPN yang sudah tidak ada,” ujar Bimo.
Adapun aktivitas yang dilakukan oleh PPMSE dan penambang kripto (mining) dikenakan PPN dan PPh atas jasa yang diberikan.
Atas jasa penyediaan sarana elektronik, PPN dikenakan atas nilai lain sebesar 11/12 dari penggantian (komisi/imbalan).
Sedangkan jasa verifikasi oleh penambang dikenakan PPN dengan besaran 2,2 persen dan PPh tarif Pasal 17.
Terkait PPMSE luar negeri, penunjukan dilakukan melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak yang mendapat wewenang dari Menteri Keuangan.
Kriteria ditentukan dari nilai transaksi serta jumlah traffic atau pengakses yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
"Dengan prinsip itu, DJP berupaya memberikan level of playing field (keadilan berusaha) yang setara," ungkapnya. (*)
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
DPR RI Khawatir Fatwa MUI Tentang Pajak Daerah Akan Membuat Fiskal Daerah Indonesia Runtuh
MUI Keluarkan Fatwa Soal Pajak, Dirjen Segera Tabayyun Biar Tidak Terjadi Polemik
Gerak Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan Bikin Penerimaan Pajak Tambah Rp 1,75 Triliun
Penerimaan Pajak Melambat, Ini Alasan Kemenkeu
Genius Act Stablecoin dan Tokenisasi RWA Dinilai Bakal Jadi 'Game Changer' Kripto 5 Tahun ke Depan
Proses Pengesahan STNK Tahunan Tidak Perlu BPKB, Ini Syarat dan Mekanisme Lengkapnya
Pendapatan Daerah Hilang Besar, Pemprov DKI Dorong Evaluasi Insentif Kendaraan Listrik
Bekas Dirjen Jadi Tersangka di Jaksa Agung, Menkeu: Bantah Lagi Bersih-Bersih Ditjen Pajak
Defisit APBN Sudah Capai Rp 479,7 Triliun, Pendapatan Cuma 73,7 Persen Dari Target
Kejagung Geledah Sejumlah Tempat Terkait dengan Dugaan Korupsi, DJP Hormati Proses Penegakan Hukum