Ancaman Krisis di Depan Mata, Pemerintah Didesak Tak Lambat Bertindak


Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan tentang Stimulus Kedua Penanganan Dampak Covid-19. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/ama.
MerahPutih.com - Direktur Center for Media and Democracy LP3ES Wijayanto menilai, perlu tindakan cepat dari pemerintah untuk memberi subsidi sembako dan kebutuhan dasar lainnya terhadap pekerja informal yang terdampak penanganan COVID-19.
Menurut Wijayanto, penyaluran bantuan harus dieksekusi dengan cepat misalnya dengan melibatkan civil society.
Baca Juga:
Ini Penjelasan Polisi Soal 300 Siswa Perwira yang Disebut Positif Corona
"Kampus bisa digandeng untuk penyadaran, termasuk penyaluran bantuan, sistem pendataan warga layak subsidi berbasis internet," kata Wijayanto dalam keterangannya, Rabu (1/4).
Ia menambahkan, lambatnya penanganan wabah corona oleh pemerintah dan tidak adanya pikiran alternatif untuk menanganinya adalah buah dari ketiadaan oposisi pasca Pilpres 2019.
Hal yang lebih menyedihkan, saat Indonesia berada di tengah bencana, elit politik masih tetap ngotot dengan agenda-agenda seperti pengesahan omnibus law dan pemindahan ibu kota yang bahkan telah menimbulkan pertanyaan publik di waktu normal, terlebih lagi di waktu di saat bencana seperti ini.
"Anggaran pemindahan ibu kota yang ratusan triliun itu lebih baik dipindahkan untuk penanganan corona," jelas Wijayanto.

Direktur Center for Political Economy and National Capacity LP3ES Fachru Novian menjelaskan, wabah akan berdampak kepada pelambatan pertumbuhan Indonesia.
Diperkirakan jika PDB sebesar Rp15.800 triliun tahun 2019 dan tumbuh 5 persen tahun 2020 maka PDB tahun 2020 sebesar Rp16.590 triliun setahun dan seminggu Rp319 triliun.
Jika hingga 70 persen ekonomi terganggu maka dampak kerugian ekonomi per minggu adalah Rp223 triliun.
"Ini adalah efek masif," ungkap Fachru.
Ia menuturkan, peruntukan anggaran Rp405 triliun terkesan mengabaikan proses industrialisasi dan lebih mengutamakan keuangan.
"Padahal permasalahannya adalah inovasi, bukan keuangan meskipun ia juga penting untuk diperhatikan," jelas Fachru.
Ia melihat, kebijakan pemerintah masih menggunakan bahasa fiskal dan moneter, padahal persoalannya adalah solidaritas.
Baca Juga:
Pandemi Wabah COVID-19, 27 Napi Rutan Surakarta Terima Asimilasi di Rumah
Adopsi fiskal seperti di negara maju dan moneter dalam rangka pembiayaan seperti pelebaran defisit maupun penciptaan uang bank sentral perlu memerhatikan perbedaan struktural antara negara maju dan moneter.
"Pemerintah perlu membuat angket terhadap industri sehingga dampak terhadap industri dan strategi penanganannya menjadi lebih akurat," terang dia.
Ia menyebut, dalam jangka menengah dan panjang, pemerintah perlu fokus kepada pengembangan industrialisasi via sektor kesehatan yang sekarang ini sedang terpuruk.
"Sehingga pengangan sektor kesehatan terkait wabah dan ekonomi tidak terpisah," pungkas Fachru. (Knu)
Baca Juga:
84 Tenaga Medis DKI Positif Corona, 1 Meninggal dan 2 Orang Sedang Hamil
Bagikan
Berita Terkait
Komisi XI DPR: Pertumbuhan Melambat, Pemerintah Harus Segera Koreksi Arah

Ilmuwan China Temukan Virus Corona Kelelawar Baru yang Sama dengan COVID-19, Disebut Dapat Menular ke Manusia Lewat

COVID-19 di Tiongkok Meninggi, 164 Orang Meninggal dalam Sebulan
