Analis Intelijen Sebut PSBB Picu Kecemburuan Sosial dan Konflik di Masyarakat


Pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta. Foto: Net
MerahPutih.com - Pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta menilai, pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di wilayah Jabodetabek berpotensi memunculkan beberapa kerawanan. Seperti di sektor ekonomi dengan terganggunya pendapatan masyarakat dan kesempatan memperoleh pendapatan.
Selain itu, PSBB ini membuat para perantau juga terhambat untuk kembali ke daerah asal karena peraturan di beberapa daerah asal perantau yang menerapkan aturan bahwa orang yang datang dari zona merah COVID-19 akan menjadi ODP dan wajib karantina selama 14 hari.
Baca Juga
Tabrakan Aturan Soal Ojol, Kemenhub Kembalikan Kepada Kebijakan Masing-Masing Daerah
"Kerawanan lainnya adalah adanya economy gap yang bisa memicu kecemburuan sosial yang cukup tinggi," jelas Stanislaus kepada MerahPutih.com di Jakarta, Selasa (14/4).
Menurut Stanislaus, kelompok menengah ke atas yang mayoritas memperoleh pendapatan tetap akan dipandang sebagai kelompok berbeda oleh kelas menengah bawah yang mayoritas dari sektor informal.
"Situasi ini bisa memicu kecemburuan sosial dan konflik antar kelas," jelas dia.
Ia melihat, potensi ancaman yang terjadi adalah adanya kriminalitas dengan motif ekonomi karena tingkat kesulitan untuk bertahan hidup di Jakarta. Berbagai bentuk kriminalitas seperti penjarahan, pencurian dan lainnya perlu diwaspadai.
"Mengingat dalam situasi desakan ekonomi yang ekstrim rasionalitas dan kesadaran hukum bisa melemah," imbuh Stanislaus.

Pemerintah Pusat dan Pemprov DKI akan memberikan bantuan sosial dalam bentuk dan jumlah tertentu untuk masyarakat yang dianggap rawan karena terdampat COVID-19.
Baca Juga
Anies Tak Akan Tindak Pengendara Roda Dua Bawa Penumpang Satu Alamat KTP
Meskipun ada kekhawatiran oleh sebagian kalangan bahwa bantuan sosial ini bisa menjadi persoalan baru terutama jika distribusinya tidak tepat sasaran atau tidak merata.
Beberapa pihak seperti sektor bisnis menanggapi situasi PSBB ini dengan paranoid berlebihan dan menganggap situasi sekarang bisa mengarah kepada konflik sosial seperti tahun 1998. Sikap paranoid dari sektor bisnis ini mulai nampak dengan adanya penjagaan aparat keamaan yang dapat dinilai berlebihan.
"Langkah ini dapat menciptakan kesan menunjukkan diri sebagai kelas elit yang justru dapat menimbulkan kecemburuan sosial di masyarakat," terang Stanislaus.
Ia mencontohkan, pengamanan yang berlebihan menjadi daya tarik bagi pihak lain yang akhirnya menjadi kerawanan bagi objek tersebut.
Strategi sektor bisnis (non obvitnas dan objek strategis lainnya) yang memperkuat keamanannya dengan menggunakan aparat keamanan organik adalah langkah yang kurang tepat.
"Langkah tersebut juga akan mengurangi kekuatan aparat keamanan organik Polri dan TNI yang mempunyai tugas besar dari negara untuk menjaga keamanan dan mengutamakan keselamatan rakyat," sebut dia.
Stanislaus berpandangan, kerjasama pemerintah pusat dan daerah hingga tingkat terendah perlu dilakukan untuk memastikan semua masyarakat yang dalam kondisi rawan menerima bantuan tersebut, termasuk para perantau dari daerah yang bekerja di DKI Jakarta.
"Para perantau ini terancam tidak memperoleh bantuan sosial mengingat bukan pemilik KTP DKI, sementara kesempatan memperoleh pendapatan sangat terbatas," terang anggota program Doktoral Kajian Ilmu Intelijen Universitas Indonesia ini.
Terkait dengan potensi kriminalitas dan ancaman gangguan keamanan lainnya, aparat keamanan perlu melakukan patroli dan pengawasan secara ketat terutama di wilayah rawan.
Dalam hal ini aparat keamanan (Polri dan TNI) perlu bekerja sama dengan elemen masyarakat termasuk satuan pengamanan yang mempunyai kewenangan kepolisian terbatas di lingkungan kerjannya.
"Pendekatan kepada masyarakat secara intens perlu dilakukan agar masyarakat merasakan kehadiran negara pada saat situasi darurat," tutup Stanislaus.
Pemerintah sendiri sudah menyetujui adanya pemberlakuan PSBB di wilayah Jabodetabek. Dampak berlakunya PSBB ini maka diberlakukan pembatasan aktifitas di luar rumah seperti pelaksanaan pembelajaran di sekolah dan institusi pendidikan lainnya.
Baca Juga
Tak Mau Dicap 'Omdo', Jokowi Ultimatum Menteri Cairkan Semua Bansos Pekan Ini
Lalu, pembatasan juga dilakukan di aktivitas bekerja di tempat kerja, kegiatan keagamaan di tempat ibadah, kegiatan di tempat atau fasilitas umum, kegiatan sosial dan budaya, dan pergerakan orang dan barang menggunakan moda transportasi.
PSBB dipandang sangat perlu dilakukan di wilayah Metropolitan menjadi episentrum dari penyebaran COVID-19 di Indonesia. Dari, jumlah kasus COVID-19 di Indonesia, DKI Jakarta mempunyai jumlah orang yang positif paling banyak dibanding propinsi lain, bahkan hampir 50 persen dari total orang yang positif COVID-19 di Indonesia ada di DKI Jakarta. (Knu)
Bagikan
Andika Pratama
Berita Terkait
Viral Anggota Bais Ditangkap Brimob Saat Demo Rusuh, Wakil Panglima TNI: Harusnya Tidak Menyebarkan, Kan Intelijen

Wakil Panglima TNI Bantah Isu Keterlibatan Bais dalam Kerusuhan Demo

Intelijen Ikut Amankan Pesta Rakyat HUT ke-80 RI di Jakarta, Fokus dari Thamrin Sampai Istana

Anak Buah Prabowo jadi Koordinator Tim Pengawas Intelijen Negara

DPR Bentuk Tim untuk Awasi Kinerja Intelijen Negara

Bakamla Perkuat Pertukaran Data Informasi Intelijen dan Deteksi Anomali

Sepak Terjang Komjen Suntana, Ahli Intelijen Calon Menteri Kabinet Prabowo

Prabowo Ungkap Ada Operasi Intelijen Adu Domba Dirinya dengan Jokowi

Menko Hadi Beberkan Laporan Intelijen Jelang Perayaan Paskah dan Idulfitri

Intelijen Deteksi Gelombang Massa Mulai Bergerak Tolak Hasil Pemilu 2024
