Aksara Lota Peninggalan Budaya Nusa Tenggara Timur


Aksara Lota. (Website/Indonesiana)
MerahPutih.com - Aksara Lota dari Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan satu kemajuan peradaban ilmu pengetahuan daerah di Indonesia, sudah terjadi sejak dahulu. Bedanya kemajuan ini sesuai dengan kearifan lokalnya.
Aksara Lota asli Kabupaten Ende, Kepulauan Flores, Nusa Tenggara Timur. Dikemukan bahwa aksara Lota punya kecenderungan digunakan oleh masyarakat etnis Ende yang beragama Islam. Mereka tersebar di tiga kawasan yakni Kecamatan Ende, Ende Selatan, Ende Utara dan Nangapanda.
Jika ditilik turunannya, aksara ini lahir dari aksara Bugis. Di mana, orang Bugis migrasi dan menetap di Ende membawa peradaban dan kebudayaannya, termasuk aksaranya.
Dilansir dari laman Indonesiana Kementerian Pendidikan Kebudayaan RI, sejarah mencatat bahwa aksara Lota masuk ke Ende sekitar abad ke-16, semasa Pemerintahan Raja Goa XIV, I Mangngarangi Daeng Manrabia bergelar Sultan Alaudin (1593-1639).
Selama beberapa waktu berlangsung, aksara Bugis melakukan adaptasi terhadap budaya tempatan. Sehingga aksara Bugis menjadi aksara Ende sesuai sistem Bahasa Ende.
Baca juga:
Petualangan Masa Lalu di Gua Liang Bua, Rumah 'Hobit dari Flores' di NTT
Potongan kata Lota sendiri diambil dari wunu koli alias daun lontar. Sebab dahulu media kertas yang tersedia hanya itu. Dan bahasa-bahasa Ende ditulis dengan aksara Lota. Tulisan umumnya berupa doa, ajaran budi pekerti pada orangtua, petuah kehidupan, dan pesan kecintaan pada alam.
Terdapat delapan aksara Lota Ende yang tidak ada dalam aksara Bugis, yaitu bha, dha, fa, gha, mba, nda, ngga dan rha. Sebaliknya ada enam aksara Bugis yang tidak terdapat dalam aksara Lota Ende, yaitu ca, ngka, mpa, nra, nyca dan nya. Adapun jumlah total aksara Lota berjumlah 120 aksara asli Ende dan 20 Aksara Bugis.
Peneliti linguistik dan filologi Maria Matildis Banda tahun 1993 dengan dukungan dana dari Ford Foundation meneliti soal aksara Lota.
Ia menemukan tradisi menulis aksara Lota terabaikan setelah aksara latin dikenal. Selain itu orang tua lebih mementingkan pengetahuan membaca dan menulis aksara Arab daripada aksara Ende.
Di lain sisi, Prof. Stephanus Djawanai, Guru Besar Bidang Linguistik dari Universitas Gadjah Mada di Ende menyatakan bahwa aksara Ende termasuk jenis silabik (syllabic writing, syllabibography, syllable writing) yang menggambarkan suku-suku kata, mirip dengan hiragana Jepang. Jadi bukan alphabet seperti huruf latin.
Baca juga:
Aksara Lota Ende sudah diteliti sejumlah pakar linguistik dan filologi. Antara lain S Ross yang tahun 1872 menulis buku Controleer Onder Afdeelingen Endeh. Ia meneliti sederetan aksara Ende yang dimuat dalam TBG XXIV, kemudian dibukukan oleh Suchtelen tahun 1921 dalam Encyclopaedisch Bureau Endeh Flores. (Tka)
Bagikan
Tika Ayu
Berita Terkait
215 Siswa di NTT Keracunan, DPR Desak Aparat Usut Kelalaian Penyedia Makan Bergizi Gratis

Cristiano Ronaldo Batal ke Kupang NTT Rabu Ini

Polda NTT Belum Terima Surat Permintaan Pengamanan dari Yayasan Pengundang Cristiano Ronaldo

Meneguk Moke, Minuman Beralkohol dari Nusa Tenggara Timur

Belajar Kosakata Bahasa Kupang Asal Nusa Tenggara Timur

Petikan Merdu dari Sasando, Alat Musik Tradisional NTT

Aksara Lota Peninggalan Budaya Nusa Tenggara Timur

PDIP Tetapkan Ansy Lema Jadi Bakal Calon Gubernur NTT
PN Kupang Kabulkan Sebagian Gugatan PT SIM

Suara Indah Sasando Bergema di Galeri Indonesia Kaya
