Waspada Kanker Darah Mengintai Lansia
Jumat, 10 Juni 2022 -
ORGANISASI Kesehatan Dunia (WHO) telah memproyeksikan dunia harus bersiap menghadapi masyarakat yang menua. Antara 2015 dan 2050, proporsi populasi dunia di atas 60 tahun akan naik hampir dua kali lipat dari 12 persen menjadi 22 persen. Pada 2030, 1 dari 6 orang di dunia akan berusia 60 tahun atau lebih. Jumlah orang berusia 80 tahun atau lebih diperkirakan tiga kali lipat antara tahun 2020 dan 2050, yakni mencapai 426 juta.
Dengan laju penuaan yang lebih cepat, salah satu tantangan besar yang dihadapi semua negara ialah memastikan kesiapan sistem kesehatan dan sosial. Penuaan merupakan dampak dari kerusakan molekul dan sel tubuh dari waktu ke waktu yang mengakibatkan peningkatan risiko penyakit dan kematian.
BACA JUGA:
Salah satu penyakit yang menyerang di usia lanjut ialah kanker darah. Di negara yang lebih maju, jumlah total kasus baru kanker darah yang terjadi pada orang berusia 70 tahun atau lebih sebesar 45 persen dari total kasus. Keganasan ini terkait erat dengan usia dan tingkat insiden meningkat secara eksponensial setelah usia 50 tahun.
Dalam tubuh, darah menyumbang sekitar 8 persen dari berat badan normal. Darah berfungsimemasok oksigen, nutrisi, hormon, dan antibodi ke seluruh tubuh. Darah terdiri dari campuran plasma dan sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Serangan kanker pada darah disebabkan disfungsi dalam pertumbuhan sel. Dalam tubuh yang sehat, sel darah putih baru secara teratur dihasilkan untuk menggantikan yang lama dan rusak. Namun, pada pasien kanker darah terjadi produksi atau pertumbuhan sel darah yang berlebihan.

Dr Nadia Ayu Mulansari, SpPD-KHOM pada acara webinar Sayangi Lansia Kita dengan Deteksi Dini Kanker Darah. (Foto: dok Johnson & Johnson)
Di Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar pada 2018, angka kematian didominasi penyakit tidak menular (PTM). Penyakit itu meliputi kanker, stroke, penyakit ginjal, penyakit sendi, diabetes mellitus, penyakit jantung, hipertensi, dan kelebihan berat badan/obesitas. Tren kemunculan penyakit tersebut menunjukkan peningkatan ketimbang laporan sebelumnya pada 2013.
“Penyebab pasti penyakit kanker darah sampai saat ini masih belum diketahui, tetapi bersifat multifaktorial,” kata Dr. Nadia Ayu Mulansari, SpPD-KHOM dalam acara webinar Sayangi Lansia Kita dengan Deteksi Dini Kanker Darah yang digelar Johnson & Johnson, beberapa waktu lalu. Ia menjelaskan ada tiga golongan kanker darah, yaitu limfoma, leukemia dan mieloma multipel. Nadia mengatakan salah satu mekanisme yang diduga terkait dengan kemunculan kanker ialah penurunan imunitas adaptif yang berhubungan dengan penambahan usia. Hal itulah yang membuat risiko mengalami kanker darah akan meningkat pada usia lanjut. “Ada beberapa gejala yang dianggap sebagai alarm, antara lain demam yang berulang dan penurunan berat badan yang sulit dijelaskan. Diagnosis pasti penyakit kanker darah akan ditegakkan dokter ahli hematologi dan onkologi medis,” jelasnya.
BACA JUGA:
Suplemen Vitamin D dan Minyak Ikan dapat Kurangi Risiko Autoimun pada Lansia
Oleh karena itu, pemahaman mengenai bahaya kanker darah untuk usia lanjut sangat diperlukan, terlebih dengan adanya laju pertumbuhan lansia yang lebih cepat. Sebagai negara dengan populasi terbanyak keempat di dunia, Indonesia juga harus bersiap. Studi The Road to Healthy Ageing: What Has Indonesia Achieved So Far? yang diterbitkan di jurnal Nutrients menyebut kita harus menghadapi kenaikan jumlah penduduk berusia lanjut yang diperkirakan akan sebesar 11 persen pada 2035.
“Kesadaran akan penyakit kanker darah pada umumnya belum setinggi pada penyakit kanker organ padat. Kanker darah yang sering menyerang lansia sering kali tidak menunjukkan gejala atau tanda yang spesifik sehingga berpotensi terjadi keterlambatan diagnosis,” ujar Head of Medical Affairs dari PT Johnson & Johnson Indonesia dr Rospita Dian dalam keterangan pers yang diterima Merahputih.com, Kamis (9/6). Dengan demikian, kata Rospita, deteksi dini sangat penting untuk mendapatkan pengobatan sejak dini serta pemantauan berkala untuk mengoptimalkan keberhasilan terapi.(dwi)
BACA JUGA:
Meski Aktivitas Fisik Terbatas, Lansia Harus Tetap Jaga Asupan Cairan dan Gizi