Tak Selamanya Deeptalk Berikan Kebahagiaan, Cek Dampak Buruknya

Senin, 10 Februari 2025 - Alwan Ridha Ramdani

MerahPutih.com - Deeptalk merupakan aktivitas saling bertukar pikiran dan komunikasi mendalam. Orang yang melakukan deeptalk bisa tahu satu sama lain tentang hal yang selama ini belum dibicarakan.



Selama deeptalk, pembicaraan akan dilakukan dengan blak-blakan, jujur tentang perasaan yang pernah dan sedang dirasakan, atau membicarakan mimpi, pandangan hidup tanpa rasa takut dihakimi.

Dengan deeptalk, komunikasi yang berlangsung diniatkan secara khusus, sehingga menciptakan ruang aman untuk berbagi ide dan cerita yang sering kali sulit diungkapkan dalam percakapan biasa.

Studi psikologi dalam jurnal Efficiency Overrated?: Minimal Social Interactions Lead to Belonging and Positive Affect menemukan orang yang menghabiskan lebih banyak waktu dalam percakapan "substansial" lebih bahagia daripada mereka yang membuang-buang waktu mereka pada hal-hal yang lebih ringan.

Baca juga:

Manfaat Deeptalk, Begitu Dalam untuk Diri Sendiri

Dilansir dari laman The Phylosophy Forum, Percakapan substantif memegang kunci kebahagiaan karena dua alasan utama.

Pertama, manusia terdorong untuk menemukan dan menciptakan makna dalam hidup mereka. Kedua, membuat diri terhubung dengan lingkungan. Hal tersebut karena manusia adalah makhluk sosial yang ingin dan perlu berinteraksi dengan orang lain.

Namun beberapa orang lebih memilih menghindari deeptalk. Sebab isu yang dibahas memiliki pemicu trauma, berisiko meningkat perdebatan, isunya sensitif. Ada risiko yang mengintai ketika melakukan deeptalk, di antaranya:

1. Salah paham

Biasanya saat melakukan deeptalk harus menyesuaikan persepsi yang sama soal isu yang dibahas. Berikan konteks dalam isu yang dibahas. Tujuannya menghindari salah paham, karena jika konteks yang dipahami, pesan komunikasinya tidak sampai.


2. Emosi

Kemampuan emosional sangat penting. Pasangan yang tidak punya kestabilan emosional bakal sulit untuk menerima perbedaan ide, gagasan, pandangan terkait isu yang dibahas sehingga rentan mengalami emosi.


Sulit mendengar fakta lain

Karakter manusia yang keras kepala. Kondisi internal seperti kerap terjadi. Apalagi isunya soal prinsip. (Tka)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan