Sukses Jadi Pembawa Acara dan YouTuber, Deddy Corbuzier Siap Jadi Guru

Rabu, 28 Agustus 2019 - P Suryo R

SIAPA tak mengenal sosok Deddy Corbuzier? Pria yang memulai karirnya sebagai pesulap tersebut kini juga dikenal sebagai seorang pembawa acara dan YouTuber sukses. Seolah tak puas dengan pencapaiannya, pria bernama asli Andreas Deodatus Deddy Cahyadi Sunjoyo tersebut mencoba untuk mengajar.

Bukan mengajar sebuah sekolah atau perguruan tinggi, ia mengajar untuk acara Lenovo ThinkBook CEO Club. Pada acara yang diinisiasi oleh Creativepreneur Event Creator dan Duta Bangsa tersebut Deddy dipercaya untuk mengajar materi personal branding selama dua hari.Sebagai generasi X, Deddy merasa perlu membagikan pengalamannya kepada generasi milenial.

Baca Juga:

CEO Club Demi Kreativitas dan ‘Passion’

deddy
Deddy Corbuzier akan memberikan ilmu personal branding. (Foto: MP/Iftinavia Pradinantia)


Dipilihnya ia oleh CEO Crearivepreneur Event Creator, Putri Tanjung untuk mengisi materi tersebut bukanlah tanpa sebab. Semua orang sepakat bahwa ia merupakan contoh publik figur yang sukses membangun personal brandingnya. Lihat saja bagaimana ia memulai karirnya sejak 30 tahun lalu. Puluhan tahun berkiprah sebagai seorang pesulap, ia banting setir menjadi pembawa acara talkshow lalu merambah ke dunia digital, YouTube. Penerimaan dari masyarakat tersebut tentu terjadi karena kemampuan ia dalam membranding dirinya sendiri.

"Saya harus mengubah brand saya 180 derajat dari pesulap menjadi pembawa acara. Itu tidak mudah. Saya harus mengubah semuanya mulai dari cara berjalan, intonasi, hingga napas saya. Saya harus belajar bicara untuk beberapa saat," ujarnya saat ditemui di Wisma 46, Selasa (27/8). Ia ingin membagikan proses tersebut kepada generasi muda.

deddy corbuzier
Generasi milenial tidak tahu memulai personal branding. (Foto: MP/Albi)

Pada konferensi pers CEO Club tersebut, dirinya membuat perbandingan antara ia sebagai generasi X dan generasi milenial. "Generasi X seperti saya edukasinya biasa-biasa saja bahkan rendah tetapi punya kreativitas tinggi sementara generasi milenial punya edukasi tinggi, misi tinggi, impact tinggi tetapi enggak ngerti mau ngapain. Akhirnya mereka memutuskan sekolah. Lulus S1 lanjut S2 lalu S3. Bukan karena mereka mau mengenyam pendidikan tetapi mereka ingin postponing reality karena enggak tahu mau ngapain," urainya.

Dalam kesempatan tersebut, dirinya menilai sebagian besar generasi milenial memiliki tujuan ingin membuat impact namun tidak membuat perencanaan yang matang akan tujuan itu. "Ketika ditanya kenapa ingin melakukan pekerjaan ini mereka menjawab I want to make an impact for the world tetapi mereka bingung impact seperti apa. Mereka tidak punya branding dan mereka tidak tahu cara ngebranding diri mereka sendiri. Brand itu bukan hanya merek perusahaan. Diri kita pun brand. Mulai dari cara berpakaian, cara bicara, cara berjalan semua itu branding. Bagaimana bisa bertahan di sebuah situasi, dan bagaimana bisa standout di suatu tempat. Nanti saya akan mengajarkan mereka bagaimana caranya standout dimana pun berada," jelasnya lagi. (avia)


Baca Juga:

Outsider Artpreneur, Kerennya Karya Seni Para Seniman Berkebutuhan Khusus

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan