SIKM Dianggap Tak Punya "Power" Tahan Laju Arus Balik saat Pandemi
Sabtu, 30 Mei 2020 -
MerahPutih.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan kebijakan pembatasan keluar masuk di wilayah ibu kota akibat pandemi virus corona dengan mewajibkan surat izin keluar masuk (SIKM).
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menyatakan, SIKM belum berperan penting dalam meredam penambahan kasus positif corona.
Baca Juga:
Tanpa Keberanian dan Konsistensi Aparat, Penerapan New Normal Dianggap Tak Berguna
"Kalau kaitannya untuk meredam Covid-19, saya rasa belum bisa untuk sampai ke sana. Tapi ini upaya untuk mengurangi arus mudik supaya rencana memutus mata rantai Covid-19 berjalan," kata Trubus kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (30/5).
Trubus juga menyoroti masih banyaknya warga yang lolos keluar masuk wilayah Jakarta tanpa menggunakan SIKM.
Mereka melintas melalui jalur-jalur tikus yang tak terpantau petugas.
Selain itu, dia juga menyayangkan penerapan SIKM yang tidak diikuti oleh kota-kota penyangga Jakarta.
Menurut dia, seharusnya wilayah-wilayah tersebut, terutama daerah yang memiliki kasus corona yang signifikan mengadopsi kebijakan DKI untuk meminimalisasi potensi penyebaran virus.
"Tapi sekarang sudah terlambat. Sudah pada balik semuanya. Sekarang pemudik posisinya ada di sekitar penyangga, misalnya ada di Bekasi, Depok, Bogor, dan Tangerang," imbuh Trubus.
"Nanti kalau SIKM enggak ada, mereka masuk lagi karena mereka cari nafkahnya di Jakarta," tuturnya.

Menurut dia, saat ini yang terpenting untuk meredam lonjakan Covid-19 di tengah bayang-bayang arus balik Lebaran 2020 dan jelang berakhirnya penerapan PSBB adalah peran RT dan RW.
Pemerintah di level paling bawah ini harus ikut mengendalikan penyebaran Covid-19 di wilayahnya.
"Jadi ini kesemapatan lagi operasi yustisi diaktifkan lagi. RT/RW mendata lagi warga yang baru," kata Trubus.
Sementara itu, ia mengatakan, pemerintah memang perlu membuka ke publik mana saja zona hijau, kuning dan merah. Agar masyarakat jadi tahu.
“Menurut saya sudah sejak lama meminta pemerintah dalam hal ini BNPB untuk membuka area-area yang ketegori hijau, kuning dan merah,” ujar Trubus.
Trubus menjelaskan, penting dibukanya zona hijau, kuning dan merah tersebut supaya masyarakat bisa melakukan pencegahan terhadap virus tersebut. Sehingga pengendalian penularan tersebut bisa lebih terkontrol.
“Initinya masyarakat bisa tahu. Sehingga punya antisipasi dan kehati-hatian. Karena itu bagian dari aspek transparansi,” katanya.
Trubus menduga, pemerintah tidak ingin membuka zona hijau, kuning dan merah ini karena tidak ingin membuat masyarakat panik.
Karena bisa saja setelah zona tersebut dibuka. Maka akan menimbulkan diskriminasi terhadap masyarakat yang tinggal di zona merah.
”Memang ada risiko juga daerah-daerah merah. Kelihatannya pemerintah takut terjadi diskriminasi dari masyarakat. Karena itu ditutupi. Masyarakat bisa prasangka buruk, memfitnah dan malah menyebarkan berita-berita hoaks,” ungkapnya.
Baca Juga:
JHL Group Tancap Gas, Beri Bantuan APD ke Sejumlah Puskesmas
Trubus menyebut, MUI telah melakukan langkah bijak mengenai dibolehkannya masyarakat melakukan salat Jumat untuk kategori zona Hijau. Namun, dibukanya tersebut tetap mengedepankan protokol kesehatan.
“MUI telah melakukan langkah bijak. Sehingga tidak ada alasan memang itu kepentingan publik. Namun harus diperhatikan mengenai protokol kesehatan mengenai cuci tangan, pakai masker, jaga jarak,” katanya.
Selain itu imam masjid dalam melakukan salat Jumat tersebut bisa melakukan ceramah mengenai sosialisasi terhadap virus corona ini.
Sehingga masyarakat semakin sadar mengenai bahaya virus yang berasal dari Wuhan, Tiongkok itu.
“Mereka nantinya diberiksan sosialisasi bahaya Covid-19. Misalnya imam salat Jumat imamnya menyampaikan cara hidup yang baik, imbauan-imbauan cara pencegahan corona. Itu fungsi tokoh masyarakat,” tuturnya. (Knu)
Baca Juga: