Sidang Tahunan MPR: Bamsoet Ungkap Risiko Resesi Indonesia Sangat Kecil

Selasa, 16 Agustus 2022 - Zulfikar Sy

MerahPutih.com - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyampaikan pidato pada Sidang Tahunan MPR dalam Rangka Laporan Kinerja Lembaga-Lembaga Negara di Gedung DPR, Selasa (16/8).

Bamsoet mengungkapkan bahwa risiko resesi Indonesia sangat minim. Hal ini berkat kesigapan pemerintah dalam menyikapi ancaman krisis.

Berdasarkan hasil survey Bloomberg, Indonesia dinilai sebagai negara dengan resiko resesi yang kecil hanya tiga persen. Angka tersebut sangat jauh jika dibandingkan dengan rata-rata negara Amerika dan Eropa yang mencapai 40 hingga 55 persen, ataupun negara Asia Pasifik pada rentang antara 20 hingga 25 persen.

Baca Juga:

Pidato Lengkap Puan Maharani di Hadapan Jokowi saat Sidang Tahunan MPR 2022

Kendati demikian, lanjut Bamsoet, Presiden Jokowi mengingatkan, ancaman krisis global kini ada di depan mata, tak kemungkinan juga terjadi inflasi yang menyebabkan pada risiko resesi.

Saat ini, sekitar 320 juta penduduk dunia berada dalam kondisi kelaparan akut. Menurut data IMF dan Bank Dunia, perekonomian 66 negara diprediksi akan bangkrut dan ambruk.

"Pelambatan dan kontraksi pertumbuhan ekonomi global, semakin diperburuk oleh tingginya kenaikan inflasi," paparnya.

Lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, per Juli 2022 laju inflasi Indonesia berada di level 4,94 persen dan bulan Agustus diprediksi akan meningkat pada kisaran 5 hingga 6 persen. Bahkan pada September 2022 Indonesia diprediksi akan menghadapi ancaman hiper-inflasi, dengan angka inflasi pada kisaran 10 hingga 12 persen.

Baca Juga:

Kata Ojo Kesusu Jokowi jadi Pantun Penutup Pidato Ketua MPR Bambang Soesatyo

Menurut kader Golkar, laju kenaikan inflasi disertai dengan lonjakan harga pangan dan energi, semakin membebani masyarakat, yang baru bangkit dari pademi COVID-19.

Lonjakan harga minyak dunia pada awal April 2022 diperkirakan mencapai USD 98 per barel. Angka ini jauh melebihi asumsi APBN 2022 sebesar USD 63 per barel.

Di sisi lain, beban subsidi untuk BBM, Pertalite, Solar, dan LPG, sudah mencapai Rp 502 triliun. Kenaikan harga minyak yang terlalu tinggi, tentunya akan menyulitkan kita dalam mengupayakan tambahan subsidi, untuk meredam tekanan inflasi.

"Tidak ada negara yang memberikan subsidi sebesar itu," terangnya.

Ia berpandangan, kondisi fiskal dan moneter Indonesia juga perlu menjadi perhatian guna menghadapi potensi krisis global. Di sektor fiskal, tantangan yang harus dihadapi adalah normalisasi defisit anggaran, menjaga proporsi utang luar negeri terhadap Produk Domestik Bruto, dan keberlanjutan pembiayaan infrastruktur.

"Dari segi moneter, tantangan terbesar adalah mengendalikan laju inflasi, menjaga cadangan devisa dan stabilitas nilai tukar rupiah," tutupnya. (Asp)

Baca Juga:

'Mantra Sakti' Puan Singgung Pengakuan Dunia Keberhasilan RI Tangani COVID-19

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan