Sia-Sia Belaka Tabungan Haji Sultan Malaka
Rabu, 30 Agustus 2017 -
MEMILIKI bekal berlimpah dan harta tumpah ruah tak menjamin seseorang mampu melakukan ibadah haji. Meski bekal dan harta penting, terkadang takdir justru memutus mimpi seseorang bergelar haji, termasuk para Sultan Malaka
Tak lama setelah memeluk agama Islam, Raja Malaka Sultan Mansur Syah (1459-1477) menghimpun seluruh pundi-pundi untuk melakukan perjalanan ibadah haji.
Seturut catatan pelancong asal Portugis, Tome Pires pada The Suma Oriental, Mansur Syah memiliki harta berupa 12 ton emas dan sejumlah besar permata untuk perjalanan ke Mekkah. Sultan lantas menitahkan sebuah kapal penuh emas menuju Jawa dan sebuah kapal lebih besar lagi melempar sauh di Pegu untuk membuka jalan agar sang sultan bisa menyusul.
Sultan Mansur pun membelanjakan cukup banyak uang dan mengumpulkan banyak orang demi perjalanan suci tersebut. Tapi, “Sultan Mansur Syah kemudian wafat pada umur lanjut setelah lama sakit tanpa sempat naik haji,” tulis Henry Chambert Loir, Naik Haji di Masa Silam; Kisah-Kisah Orang Indonesia Naik Haji 1482-1964.
Impian Sultan Malaka mencapai tanah suci tak berhenti. Penerus takhta selanjutnya, Sultan Alaudin Riayat Syah (1477-1488) kemudian berniat meneruskan cita-cita sang ayah beroleh gelar haji.
Sultan penghisap afiun (opium) tersebut, menurut Tome Pires, telah mengumpulkan harta sepanjang usia dan berniat ke Mekkah melaksanakan niat haji sang ayah. Dia menempuh perjalanan sampai Bintan, untuk kembali menuju Malaka mempersiapkan bekal menuju Mekkah. “Tetapi dalam tujuh atau delapan hari ia meninggal akibat demam,” tulis Pires.
Usaha menumpuk harta untuk bekal perispan menuju tanah suci kandas lantaran kematian menggugurkan cita-cita menuju Mekkah.
Berbeda dengan leluhurnya, penguasa Malaka seterusnya justru menampik keluhuran perjalanan ibadah haji. Sultan Mahmud Syah (1488-1511), paling bertanggung jawab atas kejatuhan Malaka kepada Portugis, bahkan membual tentang kesejajaran Malaka dan Mekkah.
Mahmud Syah jelas bertengkar dengan sang ayah dan menepis anjuran sang kakek pergi ke tanah suci. “Dia mengatakan bahwa Mekkah yang benar adalah Malaka,” tulis Alfonso d`Albuquerque pada The Commentaries of the Great Alfonso Daboquerque, Second Vicecory of India. (YUDI ANUGRAH)