Sia-Sia Belaka Tabungan Haji Sultan Malaka


Mekkah pada masa lampau. (timeline)
MEMILIKI bekal berlimpah dan harta tumpah ruah tak menjamin seseorang mampu melakukan ibadah haji. Meski bekal dan harta penting, terkadang takdir justru memutus mimpi seseorang bergelar haji, termasuk para Sultan Malaka
Tak lama setelah memeluk agama Islam, Raja Malaka Sultan Mansur Syah (1459-1477) menghimpun seluruh pundi-pundi untuk melakukan perjalanan ibadah haji.
Seturut catatan pelancong asal Portugis, Tome Pires pada The Suma Oriental, Mansur Syah memiliki harta berupa 12 ton emas dan sejumlah besar permata untuk perjalanan ke Mekkah. Sultan lantas menitahkan sebuah kapal penuh emas menuju Jawa dan sebuah kapal lebih besar lagi melempar sauh di Pegu untuk membuka jalan agar sang sultan bisa menyusul.
Sultan Mansur pun membelanjakan cukup banyak uang dan mengumpulkan banyak orang demi perjalanan suci tersebut. Tapi, “Sultan Mansur Syah kemudian wafat pada umur lanjut setelah lama sakit tanpa sempat naik haji,” tulis Henry Chambert Loir, Naik Haji di Masa Silam; Kisah-Kisah Orang Indonesia Naik Haji 1482-1964.
Impian Sultan Malaka mencapai tanah suci tak berhenti. Penerus takhta selanjutnya, Sultan Alaudin Riayat Syah (1477-1488) kemudian berniat meneruskan cita-cita sang ayah beroleh gelar haji.
Sultan penghisap afiun (opium) tersebut, menurut Tome Pires, telah mengumpulkan harta sepanjang usia dan berniat ke Mekkah melaksanakan niat haji sang ayah. Dia menempuh perjalanan sampai Bintan, untuk kembali menuju Malaka mempersiapkan bekal menuju Mekkah. “Tetapi dalam tujuh atau delapan hari ia meninggal akibat demam,” tulis Pires.
Usaha menumpuk harta untuk bekal perispan menuju tanah suci kandas lantaran kematian menggugurkan cita-cita menuju Mekkah.
Berbeda dengan leluhurnya, penguasa Malaka seterusnya justru menampik keluhuran perjalanan ibadah haji. Sultan Mahmud Syah (1488-1511), paling bertanggung jawab atas kejatuhan Malaka kepada Portugis, bahkan membual tentang kesejajaran Malaka dan Mekkah.
Mahmud Syah jelas bertengkar dengan sang ayah dan menepis anjuran sang kakek pergi ke tanah suci. “Dia mengatakan bahwa Mekkah yang benar adalah Malaka,” tulis Alfonso d`Albuquerque pada The Commentaries of the Great Alfonso Daboquerque, Second Vicecory of India. (YUDI ANUGRAH)
Bagikan
Yudi Anugrah Nugroho
Berita Terkait
Revisi UU Haji Berujung Ada Kementerian Baru, Dasco: Serahkan ke Pemerintah

Fraksi Golkar Minta Rencana Penulisan Ulang Sejarah Indonesia Ditinjau Kembali

Timwas DPR Beberkan Peran Strategis KBIH dalam Pelayanan Haji dan Solusi Monopoli Tenda Arafah-Mina

Mengapa Indonesia Punya Banyak Pahlawan Nasional? Sejarah Pemberian Gelar Pahlawan dan Kontroversi Panasnya

Penulisan Ulang Sejarah Indonesia Diklaim Sudah Disetujui, Bakal Habiskan Anggaran Rp 9 Miliar

Tulis Sejarah Ulang Indonesia, Menbud Fadli Zon Libatkan 113 Penulis

AKSI Kritik Proyek Penulisan Ulang 'Sejarah Resmi', Disebut sebagai 'Kebijakan Otoriter untuk Legitimasi Kekuasaan'

Kenapa Kita Halalbihalal sepanjang Bulan Syawal? Ini Asal-Usul dan Sejarahnya yang Jarang Diketahui

Sultanah Nahrasiyah, Jejak Perempuan Pemimpin dari Samudra Pasai

Petualangan Waktu ke Samudra Pasai, Melihat Kehidupan Masyarakat Pesisir di Kerajaan Besar Bercorak Islam di Sumatera
