Selain Belalang, Serangga ini Jadi Pangan Tradisional di Indonesia

Jumat, 19 Agustus 2022 - Hendaru Tri Hanggoro

BELALANG kayu sohor sebagai panganan khas dari Gunung Kidul, Yogyakarta. Meski sebagian orang merasa jijik memakannya, belalang aman dikonsumsi. Rasanya seperti udang. Kriuk, renyah, dan sedikit kenyal di dalam.

Selain belalang, serangga lain pun telah dinyatakan aman dan layak konsumsi. Food Agricultural Organization (FAO) telah mendorong pemanfaatan serangga sebagai sumber pangan alternatif untuk menghadapi krisis pangan.

"Lebih dari 1.900 spesies serangga telah diteliti sebagai layak santap, kebanyakan berada di negeri tropis," tulis Arnold van Huiz dkk. dalam Edible Insects: Future Prospects for Food and Feed Security

Meski belum mencantumkan serangga sebagai makanan, WHO telah menyatakan serangga memiliki nutrisi yang diperlukan untuk kebutuhan manusia. "Nilai gizi yang terkandung dalam serangga layak santap telah lama diakui oleh WHO," terang F.G. Winarno, Profesor Ilmu Pangan dan Teknologi di Institut Pertanian Bogor, dalam Serangga Layak Santap.

Mengonsumsi serangga pun telah menjadi kebiasaan di beberapa tempat di Indonesia. Beberapa serangga tersebut bisa langsung dikonsumsi, sebagian lagi dibersihkan lebih dulu. Selain belalang, berikut ini beberapa serangga layak santap di Indonesia.

Baca juga:

Jangan Jijik, Ini Manfaat Konsumsi Serangga

serangga layak santap
Pemanfaatan ulat sagu sebagai pangan tersua di wilayah Maluku dan Papua.(Youtube/Mysabah)

Ulat Sagu

Ulat sagu berasal dari telur kumbang merah kelapa betina (Rhynchophorus ferrugenesis). Telur itu diletakkan pada sejumlah batang tanaman. Begitu menetas, telur tersebut akan memunculkan larva. Itulah yang disebut ulat sagu.

Menurut Yeni Nuraeni dan Illa Anggraeni dalam "Potensi Serangga Hutan Sebagai Bahan Pangan Alternatif", ulat sagu memiliki kandungan protein sebesar 9,34 persen, aspam aspartat 1,84 persen, asam glutamate 2,27 persen, tirosin 1,87 persen, lisin 1,97 persen, dan metionin 1,07 persen.

Pemanfaatan ulat sagu sebagai pangan tersua di wilayah Maluku dan Papua. Masyarakat di kawasan tersebut sudah lama mengonsumsi ulat sagu mentah. "Saat dimakan mentah, ada rasa asam dan cairan yang keluar dari tubuhnya," terang Lutfi Afifah dalam Entomophagy : Serangga Sebagai Sumber Protein Alternatif dalam Perspektif Keamanan Pangan.

Sementara menurut F.G. Winarno, ada pula masyarakat yang lebih dahulu memasaknya dalam air mendidih, dibuat masakan dengan sayur-mayur, atau membakarnya dalam bentuk tusukan satai.

Entung Jati (Hyblae puera Cr.)

Serangga ini termasuk ordo lepidoptera, ordo serangga yang berada di urutan kedua terbanyak dikonsumsi. Dikenal sebagai serangga hama karena memakan daun muda lunak dan hanya menyisakan tulang daun saja, entung jati biasa dikonsumsi di Jawa Timur. Terutama di wilayah dengan banyak pohon jati.

Kandungan gizi entung jati antara lain protein 13,39 persen, lemak 2,3 persen, dan air 75 persen. Serangga ini dapat diolah menjadi makanan kecil dengan digoreng atau dibumbui rempah. Sebagai panganan, entung jati juga sering menjadi campuran bothok, makanan khas yang terbuat dari ampas kelapa.

Jangkrik

Jangkrik masih berkerabat dengan belalang dan termasuk ordo Orthoptera. Ada 900 jenis jangkrik di dunia, 123 diantaranya terdapat di Indonesia. Pemanfaatan jangkrik awalnya hanya untuk pangan unggas piaraan. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, jangkrik mulai dinyatakan aman dikonsumsi manusia, terutama sebagai bahan tambahan industri farmasi.

"Hal ini karena jangkrik banyak mengandung senyawa organik seperti protein, lemak dan karbohidrat. Selain itu jangkrik juga mengandung senyawa anorganik seperti mineral, asam glutamat, glisin, dan sistein.

Jangkrik kerap diolah menjadi pangan yang digoreng. Masyarakat Ciamis, Jawa Barat, telah mengonsumsi jangkrik sebagai pangan tradisional. Sebelum digoreng, jangkrik akan direndam di larutan garam dan bawang putih.

Baca juga:

Entomofagi, Praktek Menyantap Serangga di Berbagai Belahan Dunia

serangga layak santap
Jangkrik mulai dinyatakan aman dikonsumsi manusia, terutama sebagai bahan tambahan industri farmasi. (Unsplash/Heiko Haller)

Rayap

Serangga ini hampir pasti ditemukan di tiap daerah Indonesia. Termasuk ordo Isoptera, rayap merupakan serangga sosial dan berkoloni. Rayap dianggap meresahkan karena berperan sebagai hama yang merusak bangunan.

Sekarang, bagaimana kalau kamu mengurangi rayap dengan cara mengonsumsinya? Menurut Lutfi Afifah, rayap "Bisa dikonsumsi dan dijadikan rempeyek yang renyah. Bisa juga dicampurkan dengan kelapa parut dan bumbu, dibungkus daun pisang, lalu dikukus menjadi botok."

Rayap yang tumbuh dewasa disebut laron. Ini pun bisa dikonsumsi sebagai sumber pangan pengganti daging dan protein hewani.

Cacing Nyale

Serangga ini ditemukan di pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Orang lokal menyebutnya Bau Nyala. Kata bau berarti menangkap, sedangkan nyale adalah cacing laut yang suka bersembunyi di sesela karang.

Pencarian bayu nyale berlangsung pada Februari-Maret. Saat itulah musimnya mereka keluar dari persembunyian. "Para penduduk lokal sangat percaya bahwa mengonsumsi nyale akan membuat tubuh menjadi sehat," beber F.G. Winarno.

Itulah lima serangga layak santap selain belalang. Meski terbukti layak santap, pemanfaatan serangga tersebut belum meluas. Banyak orang masih menganggap serangga sebagai makanan menjijikkan dan primitif. Padahal melalui pengolahan yang bersih dan tepat, serangga diprediksi akan menjadi pangan masa depan.

Bagaimana dengan kamu? Jadi berminat mengonsumsi serangga? (dru)

Baca juga:

Mengolah Belalang Kayu Jadi Nugget, Pempek, dan Mie Instan

Bagikan

Baca Original Artikel

Berita Terkait

Bagikan