Rehabilitasi Eks Direksi ASDP Dinilai Menegasikan Peran KPK dan Picu Ketidakpercayaan Publik
2 jam, 19 menit lalu -
MerahPutih.com - Ketua IM57+ Institute, Lakso Anindito, menilai keputusan Presiden Prabowo Subianto memberikan rehabilitasi kepada tiga mantan direksi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) sebagai langkah yang berpotensi melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
Alumnus Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) itu mengatakan kebijakan tersebut kembali menegasikan kerja keras Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani perkara tindak pidana korupsi.
Lakso mengingatkan bahwa keputusan serupa sebelumnya terjadi saat Presiden memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto setelah KPK melakukan proses penyelidikan dan penyidikan selama bertahun-tahun. Menurutnya, pola tersebut kembali tampak dalam pemberian rehabilitasi kepada eks pejabat ASDP.
“Presiden tidak melihat secara substansial persoalan yang terjadi pada kasus ASDP melalui fakta persidangan. Sikap yang terus menerus menegasikan peran KPK akan menyebabkan ketidakpercayaan publik terhadap institusi pemberantasan korupsi,” ujar Lakso dalam keterangannya, Rabu (26/11).
Baca juga:
KPK Patuh Pada Putusan Presiden Terkait Rehabilitasi Bekas Direksi ASDP
Ia menilai tindakan Presiden mengambil keputusan di hilir proses hukum dapat menimbulkan persepsi bahwa presiden hadir sebagai “pahlawan” setelah rangkaian panjang penanganan yang dilakukan aparat penegak hukum. Lakso juga mempertanyakan arah pembenahan institusi hukum pada masa pemerintahan saat ini.
“Apabila memang Presiden merasa ada yang salah dari kerja penegak hukum, maka seharusnya presiden melakukan pembenahan radikal terhadap Kejaksaan Agung dan KPK,” tegasnya.
Baca juga:
KPK Masih Tunggu Surat Resmi Rehabilitasi Presiden untuk Bebaskan 3 Direksi PT ASDP
KPK Tegaskan Rehabilitasi Eks Direksi ASDP oleh Presiden Prabowo Bukan Preseden Buruk
Menurut Lakso, pemberian rehabilitasi tanpa menyentuh akar persoalan justru membuka ruang ketidakpastian dalam pemberantasan korupsi. Ia mengingatkan bahwa intervensi presiden yang terlalu sering pada tahap akhir perkara dapat memunculkan dampak serius terhadap sistem hukum.
“Ini proses yang akan membuat pelaku tindak pidana sibuk membuat opini media dan lobi politik untuk menyelesaikan kasus mereka. Mereka tidak takut melakukan pidana karena pada akhirnya akan diampuni,” katanya.
Lakso menutup pernyataannya dengan menegaskan pentingnya konsistensi dalam agenda pemberantasan korupsi.
“Pertanyaannya, arah seperti apa yang diinginkan Presiden dalam pemberantasan korupsi? Tidak bisa kebijakan diambil hanya untuk keuntungan elektoral semata,” pungkasnya. (Pon)