Presiden Terpilih AS tidak Miliki Pengaruh Besar Terhadap Indonesia
Kamis, 05 November 2020 -
MerahPutih.com - Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) hingga kini masih terus berlangsung. Pertarungan antara dua kandidat yakni Donald Trump dan Joe Biden dinilai memiliki pandangan politik yang bersebrangan.
Pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menilai, meski kedua calon memiliki pandangan yang berbeda, namun tidak terlalu berpengaruh dalam hubungan politik khususnya dengan Indonesia.
"Siapa pun yang terpilih di antara keduanya, hubungan diplomatik antara Indonesia-AS masih akan seperti biasa. Masih akan mengalami hubungan yang tak seimbang (antara Indonesia dengan AS)," kata Ujang kepada wartawan, Kamis (5/11).
Baca Juga
Menilik Peran Diaspora Indonesia Dalam 'Pertarungan' Joe Biden-Donald Trump
Ujang mengatakan, negeri Paman Sam itu memang memiliki peran penting bagi Indonesia khususnya dalam pergulatan politik global. Kedua negara tersebut sudah menjalin hubungan yang cukup lama.
Namun, hal itu tidak akan berpengaruh banyak bagi siapa pun yang terpilih nantinya, meski diperlukan pendekatan politik yang berbeda terhadap masing-masing presiden yang terpilih.
"Secara umum hubungan Indonesia-AS akan tetap baik. Selama ini kan presiden AS silih berganti dari Republik dan Demokrat. Namun, hubungan dengan negara kita dari dulu hingga sekarang tetap baik," terangnya.
Amerika Serikat dianggap memainkan peran ganda terhadap negara-negara lainnya tak terkecuali dengan Indonesia. Adapun terkait isu ketegangan Tiongkok-AS di Laut China Selatan Ujang mengatakan bahwa siapa pun presidennya akan tetap berebut pengaruh demi kepentingan negara AS bukan negara lain apalagi Indonesia.
"Itu kan isu. AS di bawah Joe Biden juga akan bantu dan lindungi Indonesia di Laut Tiongkok Selatan, karena soal perebutan pengaruh dengan Tiongkok. Justru jika Biden, membiarkan (pengaruh diambil Tiongkok), maka akan kalah oleh Tiongkok," tandasnya.
Ia juga mengakui, kondisi Pilpres AS dengan Pilpres Indonesia 2019 memang memiliki kesamaan. Pertama, kedua calon sama-sama bersaing secara habis-habisan.
"Persaingannya habis-habisan. Hingga titik darah penghabisan, sehingga (saat itu) Prabowo mengeklaim kemenangan. Walaupun kalah. Ini sepertinya mirip di AS saat ini," ujar Ujang.
Selain itu, polarisasi yang terjadi di AS pun menurut Ujang sama dengan Indonesia pada tahun lalu. Dia menilai, kemungkinan karena kedua negara sama-sama menganut sistem demokrasi.
"Dan persaingan dalam kontestasi politik tersebut bisa mengarah ke polarisasi dan konflik," kata Ujang.
Baca Juga
Namun, kata dia, demokrasi juga punya jalan keluar dengan cara konsensus. "Sekeras apapun persaingan dan pertarungan dalam Pilpres. Ujung dari itu semua adalah bagaimana bisa mengakui kemenangan lawan dengan lapang data," ujar dia. (Knu)