Perkara Investasi Harus Dibawa ke Ranah Perdata
Rabu, 23 Februari 2022 -
MerahPutih.com - Laporan terkait berbagai dugaan investasi bodong bermunculan ke publik. Bahkan, menggunakan jalur hukum pidana dengan alasan agar dana investasi bisa balik.
Pakar Hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar menilai, instrumen hukum perdata atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) memberikan persentase kemenangan lebih besar dalam upaya mengembalikan kerugian para investor.
Baca Juga:
Tips Investasi Kripto saat Market Anjlok
Kondisi tersebut, kata ia, berkaca dari kasus First Travel hingga Jouska, di mana para korban memilih jalur pidana namun uang yang diinvestasikan justru tetap hilang.
Menurutnya perjanjian investasi maupun utang piutang adalah perkara perdata, dengan jaminan berupa aset perusahaan.
"Hanya bisa diproses secara perdata dengan jaminan sita seluruh harta perusahaannya untuk jaminan pembayaran," katanya di Jakarta, Rabu (23/2).
Ia menegaskan, hukum perdata berlaku jika ada itikad baik pelaku, misalnya bila yang bersangkutan patuh pada kesepakatan untuk mentransfer sebagian dana para investor.

Fickar mempertanyakan seberapa jauh kekuatan perjanjian dan undang-undang dalam investasi melindungi nasabah atau masyarakat. Karena menurutnya perjanjian-perjanjian semacam itu, sangat tidak melindungi nasabah atau masyarakat, karena sangat longgar.
"Sehingga nasabah dianggap mengetahui detail perjanjian, karenanya ketika sudah di tanda tangani maka itu mengikat walaupun sangat merugikan," lanjutnya.
Ia menyebut, hukum perdata itu pada dasarnya adalah 'kesepakatan' (konsensus). Artinya, ketika perjanjian sudah di tanda tangani maka para pihak sudah terikat apapun isinya.
"Jadi hanya pihak-pihak tertentu yang memahami isi perjanjian itu menguntungkan atau merugikan konsumen atau masyarakat," katanya. (*)
Baca Juga:
Waspada Penipuan Investasi Aset Kripto