Penuh Liku Proses Penyajian Masakan di Pesawat
Kamis, 19 Juli 2018 -
DALAM penerbangan yang panjang biasanya airlines menyediakan makanan. Menjelang waktu makan, para pramugari dengan sigap memberikan nampan berisi hidangan pembuka, hidangan utama, dan hidangan penutup. Makanan utama disajikan dengan aluminium foil sementara hidangan pembuka dan penutup biasanya dilapisi plastik tipis.
Melihat pramugari memberi hidangan, kita pun tak sabar untuk segera membuka dan melahap hidangan hingga tandas. Namun, pernahkan kau membayangkan proses yang dilakukan sebelum makanan tersebut sampai di meja kita?

Dalam menyajikan makanan ke penumpang, ada proses yang panjang dan rumit yang dilakukan oleh chef. Tak hanya proses yang panjang, makanan tersebut harus lulus rangkaian tes terlebih dahulu. VP Inflight Service Garuda Indonesia, Vindex Tengker mengungkapkan sedikitnya ada 400 item yang harus diperhatikan oleh koki.
“Rangkaian tersebut diantaranya adalah kemasan, suhu makanan dan rasa dari masakannya,” ungkap Vindex saat diwawancara merahputih.com di Pameran Hotelex Indonesia dan Finefood Indonesia 2018, Rabu (18/7).
Kemasan makanan pun harus sesuai dengan spesifikasi yang diminta oleh pihak maskapai. Kriteria tersebut diantaranya adalah kemasan berbahan aluminium foil dan food grade. Tempat makan, tempat minum dan tray yang disajikan juga harus memiliki ketebalan tertentu.

Untuk rasa, para koki memastikan bahwa makanan yang dimasak memiliki rasa yang tak terlalu pedas alias medium spice. “Di pesawat hanya ada empat toilet, kalau semuanya sakit perut bisa jadi masalah buat kami,” ucap Vindex.
Makanan yang disajikan juga harus mudah dipanaskan. “Ada beberapa makanan yang tidak bisa sembarangan dipanaskan karena akan mengubah cita rasa misalnya hati angsa,” cetus Vindex.
Suhu makanan pun harus dijaga sedemikian rupa. Ketika makanan naik pesawat, makanan tersebut harus dimasukkan ke blast chiller sehingga mencapai suhu 4 derajat. Mulai dari katering hingga ke pesawat suhunya harus dijaga. “Jika suhu kacau bakteri akan berkembang saat makanan dipanaskan. Makanan tidak boleh masuk kategori danger zone,” urainya. Yang termasuk kategori danger zone adalah suhu makanan yang berkisar antara 5 hingga 60 derajat celcius.

Pihak maskapai juga akan melakukan kontrol kualitas sebelum makanan naik pesawat. Pencatatan dilakukan dengan lengkap dan meliputi lama perjalanan dan kenaikan suhu. Proses pemasakan dan penyimpanan makanan dilakukan sedemikian rupa oleh pihak katering maupun maskapai.
Mulanya, bahan makanan diterima dan diolah. Setelah selesai diolah, masakan dimasukkan ke blast chiller. Tahap selanjutnya adalah pengemasan. Pengemasan meliputi memasukan makanan ke masing-masing tempat makan dan menyusunnya di nampan. Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah saat penyajian. Makanan tersebut kembali dimasukkan ke blast chiller sebelum naik pesawat. “Empat jam sebelumnya sudah dimasukkan ke ruang tunggu untuk masuk ke truk,” tutur Vindex. Truk tersebut membawa makanan ke dalam pesawat.

Ketika masuk jam makan pagi, siang atau malam, pramugari pun akan menghangatkan makanan dan… voila! Makanan tersaji ke meja kita. Proses tersebut memakan waktu 12 hingga 15 jam.
Peletakkan makanan pun diatur sedemikian rupa. Pihak maskapai juga membuat denah peletakkan makanan. Itu dilakukan agar pramugari tidak kebingungan. (avia)