Pengguna Internet Cenderung Menciptakan Identitas yang Berbeda dengan Dunia Nyata

Jumat, 22 Oktober 2021 - annehs

SECARA tradisional, Andrew White mengemukakan bahwa identitas cenderung berkaitan dengan kebangsaan, gender, ras, agama, dan kepercayaan individu. Dalam bukunya yang berjudul Digital Media and Society yang dipublikasikan pada 2014, konsep identitas secara tradisional membedakan antara elemen privat dan publik yang terpisah.

Umumnya, rahasia dan pemikiran individu pun tidak akan bisa terbongkar kecuali orang tersebut memutuskan untuk memberi tahu pihak lain atau menyatakannya.

Baca juga:

Dapatkah Robot Membantu Kesehatan Mental Manusia?

Sejak internet hadir di era 1990-an, muncul teori identitas online yang didasari oleh experimentation dan anonymity. Experimentation, artinya tiap orang leluasa untuk bereksperimen dengan identitas mereka di dunia maya.

Identitas yang penuh eksperimen dan coba-coba ini pun didukung unsur anonymity, yang mana para pengguna internet tidak harus takut terhadap citra tertentu dari identitas eksperimental mereka karena kemungkinan kecil tidak akan mempengaruhi citra identitas mereka di dunia nyata.

Ada berbagai identitas yang bisa dimiliki di dunia maya. (Foto pixabay/jmexclusives)
Ada berbagai identitas yang bisa dimiliki di dunia maya. (Foto pixabay/jmexclusives)

Identitas eksperimental terbentuk menjadi dua, yakni voluntaristic dan >post-structuralist. Ahli teori internet, Shelly Turkle (1995), mengemukakan bahwa identitas eksperimental voluntaristic memiliki pemikiran "you are who you pretend to be", atau fake it till you make it.

Pada sisi post-structuralist, Mark Poster mengemukakan bahwa karakteristik yang menonjol terletak dari ketiadaan hierarki ras, kelas, dan gender yang berlaku pada komunitas internet.

Baca juga:

Twitter Beri Akses Semua Pengguna untuk Gunakan Spaces

Ada juga konsep hyper-identity yang muncul di era digital. Hyper-identity merupakan bentuk identitas yang terkait dengan provenance. Ini menjadi aspek yang penting bagi para digital creator jika hendak membuat konten online yang bisa dipercaya terhadap kredibilitas. Saat ini, anonimitas dan peniruan tidak dianggap terpercaya sehingga individu harus bisa memperlihatkan originalitasnya agar tidak kalah saing dengan creator lainnya.

Hyper-identity didasari oleh provenance. (Foto pixabay/geralt)
Hyper-identity didasari oleh provenance. (Foto pixabay/geralt)

Meskipun ada beberapa identitas digital yang bisa menjadi bahan eksperimen individu, cara paling mudah untuk meraih persona yang kredibel di dunia maya adalah melalui network of relationship. Untuk memperluas jaringan hubungan ini, dibutuhkan identitas dunia nyata yang kredibel. Guna mendapatkan audiens, individu cenderung lebih ekstrovert dan lebih bersedia untuk mengungkapkan informasi pribadinya di dunia maya. Dampaknya, akan terjadi garis yang buram antara informasi publik dan privat. (SHN)

Baca juga:

Kenali Tanda Alami Masalah Kesehatan Tulang

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan