Panggung Kosong, Sikap Tegas Paguyuban Crowd Surf Tolak Sponsor Freeport di Pestapora

Sabtu, 06 September 2025 - Frengky Aruan

MerahPutih.com - Di depan pintu masuk panggung Paguyuban Crowd Surf di festival musik Pestapora 2025, suasana berbeda terasa mencolok. Panggung yang biasanya riuh dengan dentuman musik, sorak-sorai penonton, dan aksi crowd surf kini tampak lengang.

Hanya tersisa sebuah tulisan sederhana, namun sarat makna: “No Gig 4 Today, Sorry.” Tulisan itu seolah menjadi penanda bahwa ada sesuatu yang tidak biasa sedang berlangsung di balik salah satu panggung favorit penikmat musik alternatif ini.

Keheningan itu bukan tanpa sebab. Sebanyak 19 band yang dijadwalkan tampil di panggung Paguyuban Crowd Surf secara kompak membatalkan penampilannya.

Beberapa band yang memutuskan batal untuk tampil di antaranya, Rrrag, Pelteras, Tarrkam, Rekah, The Cottons, Swellow, Leipzig, Kelelawar Malam, Keep It Real, Cloudburst, hingga Ornament.

Keputusan ini diambil sebagai bentuk sikap kolektif terhadap isu yang mencuat terkait kehadiran PT Freeport Indonesia sebagai sponsor resmi Pestapora tahun ini. Bagi banyak pihak, terutama komunitas yang peduli pada isu Papua, keterlibatan perusahaan tambang tersebut dianggap sebagai bentuk pengabaian terhadap sensitivitas sosial dan lingkungan.

Baca juga:

Berbagai Musisi Mundur dari Pestapora, Penyelenggara Akhiri Kerja Sama Dengan PT Freeport Indonesia

Dalam wawancara bersama Jaka, perwakilan Paguyuban Crowd Surf (PCS), terungkap bahwa keputusan ini tidak diambil secara terburu-buru. Sejak awal, pihak PCS telah menanyakan daftar sponsor sebelum menyepakati kerja sama dengan pihak penyelenggara. Namun, saat itu nama PT Freeport Indonesia belum disebutkan.

“Kalau mau dijelasin dari awal, sebenarnya itu pihak Paguyuban Crowd Surf sebelum dealing dengan Pestapora, pasti nanya terlebih dahulu sponsor apa aja yang terkait. Ketika itu enggak ada PT Freeport Indonesia,” ungkap Jaka.

Kekecewaan pun tak bisa dihindari. Sebagai mitra sekaligus vendor, PCS sudah mengeluarkan banyak biaya, mulai dari pembayaran untuk vendor panggung hingga honor band-band yang seharusnya tampil. Keputusan untuk membatalkan 19 penampilan tentu bukan perkara ringan. Namun, bagi PCS, sikap ini penting sebagai bentuk solidaritas.

“Sebenarnya lumayan agak membingungkan sih, karena kan harusnya kita sama-sama tahu aja, kita harus memiliki rasa dan dukungan terhadap saudara kita di Papua. Dan ini menjadi sikap dari PCS,” lanjut Jaka.

Jaka juga menambahkan bahwa situasi ini bisa saja menjadi pertimbangan untuk tidak lagi bekerja sama dengan Pestapora di masa mendatang. “Terakhir obrolan mungkin bisa jadi yang terakhir bekerja sama dengan Pestapora, namun balik lagi enggak tahu ke depannya akan seperti apa,” ujarnya.

Keputusan PCS meninggalkan panggung kosong dan membatalkan semua penampilan memberi pesan yang tegas: musik bukan sekadar hiburan, melainkan juga ruang sikap. Meski mengecewakan banyak penonton yang sudah menanti aksi band-band favorit, langkah ini memperlihatkan bahwa ada hal-hal yang lebih penting dari sekadar pesta musik—yaitu keberpihakan pada isu kemanusiaan dan solidaritas terhadap masyarakat Papua.

Panggung kosong Paguyuban Crowd Surf menjadi simbol nyata dari kesalahan Pestapora dalam memilih sponsor. Sebuah pelajaran bahwa di tengah industri musik yang semakin besar, sensitivitas sosial tidak bisa diabaikan. Musik tetap harus berdiri bersama nurani. (far)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan