Rock in Solo 2025 Angkat Isu Ekologi, Musik Cadas Jadi Wadah Kritik Ketidakadilan
Rock In Solo menghibur para metalheads di Benteng Vastenburg Solo, Minggu (23/11) malam. (Merahputih.com/Ismail)
MerahPutih.com - Festival musik cadas Rock in Solo (RIS) 2025 menjadi ajang penyaluran kritik ketidakadilan melalui musik keras. Gelaran ini berlangsung di Benteng Vastenburg, Solo, pada akhir pekan 22–23 November.
Meski cuaca sempat diguyur hujan deras, ribuan metalheads tetap bersemangat menikmati penampilan para musisi. Hujan tak mematahkan loyalitas mereka terhadap skena musik keras.
Festival tahunan ini tampil megah lewat dua panggung utama, XXI Stage dan Rajamala Stage. Khusus panggung Rajamala, tata cahaya dan suara yang menggelegar menjadi saksi energi penonton yang terus membara sepanjang pertunjukan.
Baca juga:
Mayhem dan Sukatani Tampil di Jang Rock in Solo 2025, Menggempur Metalhead selama 2 Hari
Aksi panggung Deez Nuts, band hardcore asal Australia, sukses membangkitkan adrenalin penonton. Di panggung lainnya, band post-hardcore asal Thailand, Ugoslaiber, juga berhasil mendapatkan sambutan luar biasa dari para penikmat musik cadas.
Sebagian metalheads terlihat menyiapkan jas hujan, sementara yang lain memilih tetap bergoyang meski basah kuyup diterpa hujan.
Nama besar Mayhem, unit black metal legendaris asal Oslo, Norwegia, menjadi salah satu penampil yang paling dinantikan dan sukses mengguncang panggung utama.
Sementara dari panggung dalam negeri, Negatifa (Jakarta) dengan power violence, Viscral (Bekasi) sebagai monster death metal, kolaborasi veteran Jogja Serigala Malam x DPMB, hingga punk rock Sukatani turut menambah panas suasana. Solo sendiri menghadirkan kebanggaannya, Eden Adversary, unit symphonic deathcore yang menjadi representasi skena lokal.
“Ini event musik cadas yang liriknya banyak kritik terkait ketidakadilan. Seperti Sukatani yang mengkritik pembangunan semen di Paranggupito Wonogiri yang bisa merusak Gunung Sewu,” ujar Rizki Putra (30), metalheads asal Semarang.
Baca juga:
Rock in Solo 2025 turut menyuarakan pentingnya kesadaran ekologis di komunitas musik cadas, membuktikan bahwa musik keras juga dapat selaras dengan isu lingkungan dan politik.
Salah satu Dewan Jenderal Rock in Solo, Stephanus Adjie, menegaskan bahwa RIS bukan sekadar ajang hiburan, tetapi juga ruang penyampaian pesan politis yang perlu menjadi kesadaran bersama. Tahun ini, fokus isu yang diangkat adalah lingkungan hidup.
“Rock in Solo itu memang politis sejak lahir. Dan saat ini kami menjadi lebih lantang dibanding tahun-tahun sebelumnya dengan salah satu fokus isu adalah ekologi dan lingkungan hidup,” kata Adjie.
Adjie menambahkan bahwa penyelenggara memiliki tanggung jawab untuk terus mengingatkan para pemimpin terkait etika, moral, dan aturan konstitusi yang sering kali diabaikan.
Menurutnya, suara-suara kritis dari panggung metal hari ini akan membawa dampak positif bagi kehidupan bersama.
“Kami akan berhenti bersuara ketika pemimpin-pemimpin itu bertindak sesuai cita-cita kemerdekaan—masyarakat sejahtera, lingkungan aman dan damai, serta berbagai hal baik lainnya terjadi,” pungkas Adjie. (Ismail/Jawa Tengah)
Bagikan
Ananda Dimas Prasetya
Berita Terkait
Rock in Solo 2025 Angkat Isu Ekologi, Musik Cadas Jadi Wadah Kritik Ketidakadilan
Lirik Lagu 'I Say A Little Prayer' yang Kembali Viral karena Glee
Lirik Lagu Viral 'Happier Than Ever' dari Billie Eilish
Lirik Lagu 'SHE' dari Gangga Kisahkan Cerita Mencintai Seseorang
Lirik 'CHANEL' Milik Tyla
Lirik Lagu 'Reckless' dari Madison Beer yang kembali Viral
no na Cerita Kerinduan akan Cinta dalam Lirik Lagu 'the one'
Tsaqib Kembali dengan ‘Roda Berputar’, Lagu untuk Mereka yang Merasa belum Saatnya
Lirik Kocak Lagu 'Spontan (tanpa) Uhuy!' dari Deabdil tentang Hati yang Meleleh
Kolaborasi Teddy Adhitya dan White Chorus Lahirkan Pesan Lingkungan di Lagu ‘Jaga Nafas’