Musyawarah Kubro di Lirboyo Didorong Jadi Jalan Islah Pengurus PBNU

Senin, 22 Desember 2025 - Alwan Ridha Ramdani

MerahPutih.com - Konflik internal di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, menjadi sorotan berbagai pihak. Bahkan, konflik ini telah memunculkan dua kepemimpinan di ormas Islam tersebut.

Musyawarah Kubro yang digelar di Pondok Pesantren Lirboyo dan dihadiri para Mustasyar Nahdlatul Ulama (NU) serta jajaran PBNU, PWNU, dan PCNU, menekankan islah antara Ketua Umum dan Rais Aam PBNU mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Salah satu dukungan tersebut lahir dari Gerakan Kebangkitan Baru Nahdlatul Ulama (GKBN-NU), mengingat konsistensi para ulama sepuh dalam menggelar forum-forum musyawarah menunjukkan keseriusan dalam mencari jalan keluar atas persoalan jamiyah NU secara arif dan bermartabat.

“Forum ini menegaskan bahwa tidak semua solusi atas problem NU berada di ranah struktural. Wilayah kultural tetap memegang peran yang sangat vital,” ujar inisiator GKBN-NU, Hery Haryanto Azumi di Jakarta, Senin (22/12).

Baca juga:

Konsesi Tambang Picu Perpecahan PBNU, Gus Yahya Rela Kembalikan ke Negara dengan Syarat

Forum tersebut sebagai langkah penting dan patut diapresiasi, terlebih karena menjadi kelanjutan dari rangkaian pertemuan ulama sebelumnya di Ploso dan Tebuireng.

Tokoh Muda NU itu menekankan ke depan reformasi organisasi NU harus berjalan seiring dengan penguatan gerak kultural, di mana ulama menjadi kunci arah dan keputusan strategis, serta ditopang oleh generasi muda NU yang telah bertransformasi secara intelektual di berbagai bidang.

Hery menyoroti sikap para ulama yang dinilainya sangat bijaksana. Di satu sisi, mereka tetap mengedepankan prinsip ishlah (perdamaian dan perbaikan) meskipun prosesnya tidak mudah dan penuh tantangan.

Namun, lanjut ia, para ulama juga menunjukkan ketegasan dengan menetapkan batas waktu 3 x 24 jam sebelum diambil keputusan penting terkait mandat Rais ‘Aam Syuriyah dan Ketua Umum Tanfidziyah.

Sikap tersebut, sejalan dengan pernyataan yang sebelumnya disampaikan oleh Gerakan Kebangkitan Baru NU.

Gerakan ini mendorong agar Rais ‘Aam dan Ketua Umum PBNU menyerahkan mandat kepada Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWAQ) demi menyelamatkan jamiyah (organisasi) dan jamaah (warga) NU.

“Krisis ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Jika terus berlanjut, potensi dualisme kepemimpinan akan menjadi ancaman serius yang dapat menghancurkan NU sebagai organisasi keagamaan dan sosial terbesar di Indonesia,” katanya.

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan