Minyak Goreng Rp 14.000 Per Liter Masih Sulit Didapat di Pasaran
Senin, 31 Januari 2022 -
MerahPutih.com - Para pelaku UMKM yang ditemui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengeluhkan susahnya mendapatkan minyak goreng yang disubsidi pemerintah.
Pengusaha kecil sangat berharap harga minyak goreng yang terjangkau bisa benar-benar ada di pasaran sebab sebelumnya meski ada kebijakan minyak goreng subsidi Rp 14.000 per liter, namun sulit didapatkan di pasaran.
Baca Juga:
Ketua DPD Dukung KPPU Usut Kartel Minyak Goreng
"Harga per 1 Februari 2022 yang dipatok pemerintah Rp14.000 per liter untuk yang premium, Rp13.500 untuk yang 'packing' sederhana, dan Rp11.500 yang curah, ini diharapkan bisa terus digelontorkan. Jadi stok banyak, tidak perlu takut kehabisan stok," kata Airlangga di Semarang, Minggu (30/1).
Ketua Umum Partai Golkar itu menyebut harga minyak goreng di pasaran akan mengalami penurunan secara bertahap pascapenerapan kebijakan satu harga Rp 14.000 per liter.
"Itu bertahap, per 1 Februari nanti akan digelontorin. Ya, inikan semua bertahap, dan diharapkan besok sebagian sudah bisa. Ya, tentu mereka ada yang 'ngehabisin' stok, kemudian mulai dengan stok baru," ujarnya yang juga pembina Kelompok UMKM usAHA.
Menurut Airlangga, dengan penetapan kebijakan harga eceran tertinggi minyak goreng tersebut, masyarakat diharapkan tidak perlu berebut yang akan membuat kelangkaan stok.
Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengatakan, kebijakan implementasi Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) yang telah ditetapkan pemerintah untuk menurunkan harga minyak goreng, tidak boleh merugikan petani kelapa sawit.
Muhammad Lutfi mengatakan kebijakan itu untuk memberikan jaminan stok bahan baku minyak goreng agar terjangkau masyarakat.
"Harga Rp 9.300 per kilogram (kg) adalah harga jual CPO untuk 20 persen kewajiban pasok ke dalam negeri dalam rangka penerapan DMO," ujarnya di Jakarta, Senin (31/1).

Ia memaparkan, kebijakan DMO dan DPO tersebut disalahartikan oleh beberapa pelaku usaha sawit yang seharusnya membeli CPO melalui mekanisme lelang yang dikelola KPBN dengan harga lelang, namun mereka melakukan penawaran dengan harga DPO.
"Penawaran itu, telah membuat resah petani sawit. Seharusnya pembentukan harga tetap mengikuti mekanisme lelang di KPBN tanpa melakukan penawaran harga sebagaimana harga DPO, katanya.
Mekanisme kebijakan DMO sebesar 20 persen atau kewajiban pasok ke dalam negeri berlaku wajib untuk seluruh eksportir yang menggunakan bahan baku CPO.
Seluruh eksportir yang akan mengeskpor wajib memasok/mengalokasikan 20 persen dari volume ekspornya dalam bentuk CPO dan RBD Palm Olein ke pasar domestik dengan harga Rp 9.300 per kg untuk CPO dan harga RBD Palm Olein Rp 10.300 per kg.
"Eksportir harus mengalokasikan 20 persen dari volume ekspor CPO dan RBD Palm Olein dengan harga DPO kepada produsen minyak goreng untuk mencapai Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan," tegas Mendag Lutfi. (Asp)
Baca Juga:
Pembatasan Pembelian Minyak Goreng Jadi Alasan Tepat Mengurangi Gorengan