Mungkinkah Astronout Berhubungan Seks di Ruang Angkasa?

Selasa, 20 Juli 2021 - Iftinavia Pradinantia

KEHIDUPAN astronot di luar angkasa jauh berbeda dengan manusia di bumi. Ketiadaan gravitasi membuat mereka menjalani hidup yang tidak biasa. Gaya hidup mereka begitu unik dan selalu menarik untuk dibahas. Mulai dari bagaimana mereka mandi, makan, hingga berhubungan seksual.

Pada tahun 1992 pasangan astronout yang sekaligus suami istri, Mark Lee dan Jan Davis menjalankan misi ke luar angkasa bersama-sama. Keduanya menyembunyikan hubungan lantaran NASA melarang astronot menikah dan terbang bersama.
Baca Juga:
Biak Ditawarkan sebagai Lokasi Peluncuran Pesawat Luar Angkasa Space X
astronout
Jan Davis dan Mark Lee menjalankan misi NASA bersama-sama. (Foto: Youtube)
NASA mengatakan bahwa tidak ada astronot yang berhubungan seks di luar angkasa. Menurut informasi yang dilansir National Geographic, perjalanan ruang angkasa memengaruhi reproduksi. Faktor pertama yang memengaruhi cara kita bereproduksi di luar angkasa adalah radiasi. Ruang angkasa dipenuhi partikel subatom yang bergerak super cepat. Partikel atom tersebut akan menghantam DNA.
Kerusakan yang disebabkan oleh atom dapat mengubah instruksi genetik yang mengarah ke kanker. Selain itu, hantaman atom ke DNA juga bisa mengakibatkan mutasi genetik yang dapat diturunkan ke anak-anak dan masalah lainnya. "Jika anda melihat daftar organ yang sensitif terhadap kerusakan radiasi gonand, ovarium, dan testis selalu berada di dua atau tiga teratas," kata Josep Tash, profesor di University of Kansas Medical Center.

Bahaya kedua dari berhubungan seks di luar angkas adalah gayaberat mikro. Ketika di ruang angkasa, astronot kehilangan massa otot. Itu tidak memungkinkan astronot perempuan untuk mengandung. Hal tersebut dibuktikan lewat ujicoba sepasang tikus yang dikirim ke ruang angkasa pada 1979. Dua tikus diketahui mengalami keguguran.

Baca Juga:

Pengalaman Pariwisata Luar Angkasa dari Turis Pertama di Dunia

astronout
Gaya berat mikro dapat mempengaruhi kadar hormon laki-laki dan perempuan. (Foto: Vice)

Pada penelitian tahun 2010 pun ditemukan hasil serupa. Beberapa tikus betina yang melakukan perjalanan ke stasiun ruang angkasa berhenti berovulasi. Mereka kehilangan korpus luteum, struktur penting dalam pembentukan ovarium.

Korpus luteum berfungsi untuk memproduksi hormon yang membuat plasenta dapat tumbuh cukup untuk melakukan tugasnya memberi nutrisi ke janin. Tanpa itu kehamilan tidak mungkin bertahan. Janin sulit berkembang.

"Ada bukti kuat bahwa gaya berat mikro dapat mempengaruhi kadar hormon laki-laki dan perempuan," ujar Tash. Lebih lanjut ia menerangkan bahwa gaya berat mikro terlibat pula dalam mengubah produksi dan sifat sperma. Itu akan mengubah perkembangan janin terutama sistem verstibular. (avia)

Baca Juga:

Cumi-Cumi Jadi Perintis Perjalanan Panjang Luar Angkasa

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan