KPK Yakin Hakim Tak Kabulkan JC Eks Menpora Imam Nahrawi
Sabtu, 20 Juni 2020 -
MerahPutih.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta tak akan memberikan status justice collaborator (JC) kepada mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi.
"Adapun mengenai permohonan JC, KPK meyakini mejelis hakim tidak akan mengabulkan permohonan terdakwa," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Sabtu (20/6).
Baca Juga
Ali juga menanggapi permintaan Imam agar majelis hakim tak mencabut hak politiknya. Ali menegaskan, tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) mengenai hak politik sudah melalui pertimbangan berdasarkan fakta-fakta persidangan.
"Tuntutan JPU mengenai pencabutan hak politik tentu sudah melalui pertimbangan berdasarkan fakta perbuatan terdakwa yang terungkap di persidangan," tegas Ali.
Kendati demikian, Ali menyerahkan sepenuhnya kepada majelis hakim yang mengadili perkara suap dan gratifikasi dana hibah dari Kemenpora untuk KONI tersebut. "Karena acara berikutnya sesuai jadwal adalah pembacaan putusan," kata Ali.

Sebelumnya, Imam meminta majelis hakim agar mengabulkan permohonannya menjadi JC.
Menurut Imam, sebagai JC dia dapat membantu aparat penegak hukum mengungkap perkara suap dan gratifikasi dana hibah dari Kemenpora untuk KONI tersebut.
"Demi Allah, demi Rasulullah, saya akan membantu majelis hakim Yang Mulia, jaksa penuntut Umum, dan KPK untuk mengungkap aliran dana Rp11,5 miliar ini. Dan saya mohon Majelis Hakim Yang Mulia kabulkan saya sebagai justice collaborator untuk mengungkap Rp11,5 miliar ini," kata Imam saat membacakan nota pembelaan atau pledoi melalui video conference, Jumat (19/6).
Baca Juga
KPK Periksa Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid Terkait Kasus Imam Nahrawi
Dia mengaku tidak tahu-menahu, tidak meminta, tidak memerintahkan, tidak menerima, dan bahkan tidak terlibat dalam persekongkolan jahat tersebut, seperti yang didakwakan JPU KPK.
Selain itu, Imam juga meminta hak politiknya tak dicabut sebagaimana tuntutan jaksa yang memohon kepada majelis hakim agar mencabut hak politik selama 5 tahun terhitung sejak selesai menjalani pidana pokok. (Pon)