Kemendagri Siapkan Cetak Biru Ketahanan Bencana Pemda
Jumat, 03 September 2021 -
MerahPutih.com - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyiapkan rancangan kerja atau cetak biru terkait dengan indikator atau penilaian pemerintah daerah terhadap ketahanan bencana. Cetak biru (blue print) itu penting lantaran penanganan bencana bersifat luas, kompleks, multi disiplin ilmu, serta melibatkan multipihak di dalamnya.
"Cetak biru tersebut adalah disaster resilience index dan fire resilience indeks, kemudian kami beri nama Dirli dan Virli," kata Dirjen Bina Adwil Kemendagri Safrizal dalam keterangannya diterima di Jakarta, Kamis (2/9).
Baca Juga:
Teknologi CHCNAV APACHE 3 Bisa Bantu Cegah Bencana Banjir
Ia mengatakan, dengan kerangka atau rancangan kerja tersebut, Kemendagri yang berkewajiban dalam penguatan regulasi kelembagaan dan organisasi berharap pemerintah daerah dapat memberi perhatian serius terhadap mitigasi hingga penanggulangan bencana di daerahnya masing-masing.
"Dengan Dirli dan Virli ini, kinerja pemerintahan daerah akan diuji," kata Safrizal.
Cetak biru yang digagas pihaknya ini ditujukan untuk menjawab beberapa kekurangan terkait dengan standar pelayanan minimal (SPM) pemerintahan daerah dalam penanggulangan bencana.
Ia mengatakan, pihaknya belum melaksanakan SPM dengan full. Bahkan, belum semuanya berhasil menerapkan standar pelayanan minimal. Namun, hal ini adalah usaha yang tak pernah berhenti.
Dengan adanya cetak biru tersebut, Safrizal yakin pemerintah pusat dapat memfasilitasi pemerintah daerah untuk melengkapi indikator untuk penyusunan kajian risiko bencana untuk kebutuhan perencanaan pembangunan daerahnya.
Ia berharap, pemerintah daerah dapat memitigasi potensi bencana dengan pendekatan responsif, bukan reaktif atau bertindak setelah terjadinya bencana.
"Kalau kami berikan penilaian, rating, kriteria. Nanti daerah akan belajar dari rating yang dimiliki," katanya.
Safrizal menyebutkan, kewajiban-kewajiban itu di antaranya adalah menaruh perencanaan pengelolaan bencana tersebut ke dalam perencanaan pembangunan daerah.
"Hampir 100 persen, pemerintah daerah menaruh SPM ke dalam perencanaan. Akan tetapi, dari 100 persen jumlah daerah itu, penetapan SPM-nya beragam. Nah, akan kami kategorisasi. Nanti, kami akan berikan penilaian," katanya.
Ia berharap semua pihak terkait dapat segera mempelajari dan memberikan masukan terhadap cetak biru sehingga terwujud kerangka bersama dalam menerapkan standar-standar kinerja pemerintah daerah menyikapi penanggulangan bencana.
"Cetak biru ini menjadi kerangka bersama. Dimulai dengan penilaian risiko, kajian, dan pendataan, kemudian ada target secara periodik, perencana, dan penganggaran. Dukungan pengelolaan dan realisasi maupun evaluasi kinerja," ucapnya.

Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia menyatakan pemerintah dapat menggunakan dana bencana dan dana hibah untuk menanggulangi potensi dampak terjadinya La Nina yang diperkirakan oleh BMKG akan menerjang Indonesia pada akhir 2021.
“Ruang untuk melakukan realokasi semakin kecil, jadi seharusnya pemerintah bisa memaksimalkan dari dua anggaran itu atau menambah anggaran belanja sebagai opsi terakhir,” kata Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet.
Pemerintah telah melakukan empat kali refocusing dan realokasi belanja Kementerian dan Lembaga (K/L) pada tahun ini untuk memenuhi kebutuhan penanganan COVID-19 dan sebesar Rp 744,45 triliun dan pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp5 triliun pada 2021 untuk dana penanggulangan bencana yang sejauh ini baru terserap sekitar Rp 2,3 triliun.
"Jika belajar dari tahun lalu di mana dana cadangan ini hanya terserap sebesar Rp1 triliun maka seharusnya sisa anggaran ini cukup,” ujarnya. (Asp)
Baca Juga:
Kini, Indonesia Punya Lembaga Yang Kelola Dana Bencana