Jepang Peringatkan OpenAI: Jangan Langgar Hak Cipta Anime dan Manga
Kamis, 16 Oktober 2025 -
MerahPutih.com - Pemerintah Jepang baru-baru ini mengeluarkan pernyataan resmi yang meminta OpenAI untuk tidak melanggar hak cipta atas konten anime dan manga.
Langkah ini diambil setelah maraknya video yang dihasilkan oleh teknologi Sora 2 milik OpenAI yang memuat karakter dari waralaba populer seperti Pokémon, One Piece, Demon Slayer, dan Dragon Ball.
Menteri negara urusan kekayaan intelektual dan strategi AI, Minoru Kiuchi, menyatakan bahwa anime dan manga adalah "harta yang tak tergantikan" dan bagian penting dari budaya Jepang yang dihargai secara global.
Permintaan tersebut disampaikan melalui konferensi pers resmi dan dipublikasikan oleh kantor strategis kekayaan intelektual Jepang.
Baca juga:
Kode Anime Crusaders Terbaru, Klaim Hadiah Gratis Sebelum Kedaluwarsa!
Sora 2 dan Potensi Pelanggaran Hak Cipta
Diluncurkan pada 1 Oktober 2025, Sora 2 adalah generator video berbasis AI yang mampu membuat konten video berdurasi 20 detik dalam resolusi 1080p lengkap dengan audio.
Aplikasi ini segera menarik perhatian publik dengan kemampuannya menghasilkan video mirip dengan karya-karya dari studio Jepang, memicu kekhawatiran serius terkait pelanggaran hak cipta.
Tak hanya publik, beberapa politisi dan pelaku industri kreatif juga mengecam penggunaan AI yang dinilai tidak etis dan merugikan para kreator asli.
Banyak pihak di Jepang menilai tindakan OpenAI bisa membahayakan ekosistem kreatif yang telah dibangun selama puluhan tahun.
UU Promosi AI Jepang dan Celah Penegakan Hukum
Meskipun Jepang dikenal sebagai negara yang progresif dalam pengembangan AI, UU Promosi AI Jepang yang mulai berlaku penuh pada 1 September 2025 belum memberikan mekanisme penegakan yang jelas terhadap pelanggaran hak cipta.
Baca juga:
50 Prompt Gemini AI Foto Keluarga: Panduan Lengkap dan 30 Contoh Siap Pakai
Dalam Pasal 16, disebutkan bahwa pemerintah dapat menganalisis pelanggaran hak melalui teknologi AI dan merumuskan langkah-langkah penanggulangan, namun belum menetapkan sanksi hukum yang tegas.
Akihisa Shiozaki, anggota parlemen dari partai berkuasa (LDP), menekankan bahwa Jepang harus memimpin dalam menetapkan aturan terkait AI dan hak cipta, mengingat posisi negara tersebut sebagai pusat industri anime, game, dan musik global.
OpenAI dan Reaksi Dunia Internasional
Dalam pernyataan blog resminya pada 4 Oktober, CEO OpenAI Sam Altman menyebut video yang dihasilkan oleh pengguna sebagai “interactive fan fiction”.
Ia mengklaim perusahaan akan segera memberikan kontrol lebih granular kepada pemilik hak cipta untuk menentukan bagaimana karakter mereka dapat digunakan termasuk opsi untuk tidak digunakan sama sekali.
Namun, hingga artikel ini ditulis, belum ada tanggapan resmi dari OpenAI terkait permintaan pemerintah Jepang.
Sementara itu, perusahaan besar seperti Nintendo dan The Pokémon Company juga mulai bersuara. Nintendo menegaskan bahwa mereka akan mengambil langkah hukum jika hak kekayaan intelektual mereka dilanggar, terlepas dari apakah pelanggaran tersebut dilakukan dengan AI atau tidak.
Di sisi lain, Disney dan Universal telah menggugat platform AI lain seperti Midjourney atas penggunaan karakter mereka secara ilegal.
Baca juga:
Dampak Bagi Industri Kreatif dan Ekonomi Digital
Polemik antara Jepang dan OpenAI ini membuka diskusi yang lebih luas tentang perlindungan kreativitas manusia di era kecerdasan buatan.
Di satu sisi, AI membuka peluang baru dalam penciptaan konten, namun di sisi lain, tanpa regulasi yang jelas, AI juga dapat menjadi ancaman serius terhadap hak cipta dan nilai ekonomi dari karya seni orisinal.
Bagi negara seperti Jepang yang ekonomi kreatifnya bertumpu pada anime, manga, dan game, menjaga integritas kekayaan intelektual bukan hanya soal legalitas, tapi juga soal identitas nasional dan reputasi global.