Arti Janur Kuning Melengkung Tanda Hajatan Warga +62

Jumat, 06 Mei 2022 - Andreas Pranatalta

URUSAN asmara terkadang sering dikaitkan dengan janur kuning. "Sebelum janur kuning melengkung," begitu ungkapan paling populer diucap ketika ada seseorang sedang mendekati insan incarannya. Biasanya, ungkapan itu masih disambung dengan anjuran berhenti menjalin hubungan, "jika ternyata janur kuning sudah melengkung".

Janur kuning melengkung memang dikenal Warga +62 secara luas sebagai tanda sedang berlangsungnya hajatan atau pesta pernikahan. Maka, sangat jelas ungkapan itu merujuk pada status pernikahan. Janur kuning memang bukan semata penghias atau dekorasi dalam pernikahan terutama adat Jawa.

Di lokasi hajatan, janur kuning biasanya dipancang pada gerbang masuk area resepsi atau terkadang beberapa meter menuju pintu masuk karena juga berfungsi sebagai tanda bagi tamu.

Pelepah daun muda berwarna kuning pucat ini berasal dari daun muda pohon kelapa. Janur juga kerap dimanfaatkan masyarakat untuk berbagai hal, mulai dari keperluan kuliner seperti pembuasan bungkus ketupat, ritual tradisi, keagamaan, hingga elemen estetika dekoratif.

Baca juga:

Hajatan Menutup Jalan Raya Enggak Bisa Sembarangan, Ternyata Ada Aturannya

Janur Kuning dan Tradisinya di Setiap Hajatan
Bisa dibuat untuk membungkus makanan. (Foto: Unsplash/Mufid Majnun)


Kata janur berasal dari bahasa Jawa mengambil unsur bahasa Arab "sejatining nur" (cahaya, cahaya ilahi, cahaya sejati) artinya mencapai tujuan untuk menggapai cahaya ilahi. Sedangkan "kuning" berarti sabda abadi, atau berharap semua keinginan dan harapan dari hati atau jiwa bersih dan tulus akan terwujud.

Dengan demikian, jika digabungkan, makna janur kuning menjadi isyarat pengharapan tinggi dari hati si empunya hajat untuk mendapatkan cahaya ilahi, agar segala tindakan serta aktivitas dilakukan berjalan dengan baik dan berakhir pada kebahagiaan.

Bukan hanya masyarakat Jawa menggunakan janur kuning sebagai simbolis hajatan, masyarakat Bali pun juga memasang janur kuning.

Di Bali, rangkaian janur disebut sebagai penjor, biasanya digunakan dalam upacara adat penduduk setempat, dipasang di pinggir jalan sebagai penanda adanya kegiatan upacara adat.

Penjor juga dilengkapi dengan daun-daunan, buah-buahan, jajanan pasar, serta wewangian sebagai sesajen. Penjor dibuat untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Sang Pencipta.

Baca juga:

Rekomendasi Outfit Halalbihalal Anak Kantoran

Janur Kuning dan Tradisinya di Setiap Hajatan
Sebagai penanda adanya hajatan. (Foto: Youtube@NiruL hq)


Janur, baik penjor maupun biasa digunakan masyarakat Jawa sebagai tanda hajatan, mula-mula dipisahkan dari tangkai daun serta tulang anak daunnya,lantas dianyam atau dirangkai menjadi berbagai macam bentuk. Janur juga kerap digunakan untuk membungkus makanan karena tahan panas dan kuat, seperti halnya ketupat dan bacang.

Ada berbagai jenis janur kuning, salah satunya Kembar Mayang melambangkan pengantin harus memiliki perasaan sama antara hati dan kehendaknya. Lalu ada Gegar Mayang atau Mayang Sari biasanya diletakkan di samping kanan dan kiri kursi pelaminan. Tingginya sekitar 180 cm, berjumlah dua, bentuknya boleh sama atau berbeda.

Bagian-bagiannya terdiri dari mahkota (kipas, buah-buahan, dan bunga), badan bagian atas dan bawah, serta tatakan.

Lain Gagar Mayang, lain Tarub. Tarub biasanya berbentuk melengkung dan ditempatkan di pintu masuk hajatan untuk dilewati pengantin, iring-iringan tamu, dan keluarga. (and)

Baca juga:

Jadwal Hajatan F1 GP Miami, Cek di Sini

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan