Hijrah Menuju Kehidupan Lebih Baik dan Bermakna
Kamis, 21 September 2017 -
MerahPutih.com - Kelompok-kelompok teroris melakukan propaganda dengan memanfaatkan momentum Tahun Baru Islam untuk berhijrah. Mereka pengikutnya untuk bergabung berperang di negeri konflik seperti Suriah, Filipina, dan terakhir ke Myanmar.
Padahal, makna hijrah sejatinya adalah berpindah menuju kehidupan lebih baik dan bermakna, dan indah, bukan berpindah justru untuk berperang dan saling baku bunuh.
“Hijrah hakikatnya sebuah semangat untuk melakukan perubahan. Manusia yang berpindah, diharapkan juga mengusung semangat perubahan menuju kehidupan yang semakin baik, indah, dan bermakna,” ungkap Ketua Lembaga Dakwan PBNU KH Maman Imanulhaq di Jakarta, Kamis (21/9).
Untuk itu, siapa pun (khususnya umat Islam) yang ingin mewarisi semangat hijrah harus mempunyai gairah untuk terus mencari hal-hal yang baru, baik, dinamis, dan progresif dalam kehidupan yang kaya warna dan nuansa.
Maman mencontohkan, peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah pada hari Jumat tanggal 13 Rabi‘ul Awwal atau 24 September 622 Masehi karena ingin mengubah tatanan hidup, kebudayaan, dan peradaban umat manusia yang rendah, primitif, bobrok, kejam, timpang, dan tidak manusiawi, menuju tatanan hidup, kebudayaan, dan peradaban yang sehat, adil, baik, sejahtera, dan manusiawi. Rasulullah menawarkan ajaran Islam sebagai alternatif dan solusi kehidupan yang baik dan sehat.
Saat itu, Rasulullah bersama pengikutnya terpaksa “menyingkir” dari Mekkah karena mendapatkan gempuran bertubi-tubi dari kaum kafir Quraisy, yang merasa terancam dengan ajaran baru yaitu Islam. Gempuran itu sangat membahayakan dan mengancam keselamatan jiwa Rasulullah dan para pengikutnya.
Peristiwa hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah itu, oleh Khalifah Umar ibn Khaththâb dijadikan sebagai tonggak awal diberlakukannya tahun baru dalam Islam yang disebut tahun hijriyah atau hijrah.
Propaganda teroris dan radikal yang memanfaatkan momentum Tahun Baru Islam untuk berhijrah, menurut Kang Maman, jelas tidak sesuai dengan ajaran Rasulullah.
“Manusia yang hijrah harus selalu memiliki optimisme dalam menyongsong masa depan yang semakin baik,” tukas Maman. (*)