Hampir Setahun, Pemerintahan Jokowi Perburuk Angka Kemiskinan

Sabtu, 17 Oktober 2015 - Fadhli

MerahPutih Keuangan - Sudah hampir setahun pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK). Di balik kebijakan ekonomi yang terus digalangkan, sayangnya pemerintahan Jokowi ternyata perburuk angka kemiskinan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh pengamat dari Institute for Development Ekonomi and Finance (Indef), Dzulfian Syafrian, pemerintahan Jokowi-JK dinilai gagal memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Tak tanggung-tanggung, Dzulfian menyebut pemerintahan Jokowi-JK memperburuk masalah kesejahteraan Indonesia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka kemiskinan pada Maret 2015 sebanyak 28,59 juta atau naik 11,22 persen. Artinya bertambah 860ribu orang dibandingkan pada September 2014 dengan penduduk miskin sebanyak 27,73 juta jiwa atau 10,96 persen dari total penduduk Indonesia.

"Menurut saya satu tahun pemerintahan Jokowi-JK ini semakin membuat masalah kesejahteraan semakin bertambah runyam," tegasnya dengan nada menggebu-gebu di Kantor Indef, Pasar Minggu, Jakarta, Jumat, (16/10)

Pria yang akrab disapa Dzul menjelaskan, indikator meningkatnya angka kemiskinan disebabkan oleh gagalnya pemerintah dalam mengendalikan harga pangan khususnya beras. Sebab beras memiliki pengaruh sebanyak 29 persen dalam membentuk garis kemiskinan, 28 persen disumbang oleh makanan lalin, dan 8 persen disumbang oleh rokok.

Bahkan menurutnya, kenaikan harga beras pun sangat menunjukan ketidakmampuan tim ekonomi Jokowi dalam mengendalikan harga pangan. Sebab kenaikan harga beras terjadi disaat tengah panen raya.

"Kemudian gagalnya pemerintah mengendalikan harga barang dan komoditas di awal hingga pertengahan bulan. Padahal saat itu terjadi panen, tapi harganya malah naik," sambungnya.

Selain itu kata Dzul, pemerintahan Jokowi-JK juga masih terlena dengan pola pembangunan dan pemerataan pertumbuhan ekonomi yang masih berpusat di Pulau Jawa. Padahal hal tersebut membuat adanya ketimpangan dari segi pembangunan di daerah maupun pembangunan pendapatan.

"Buktinya koefisien gini masih berada di level 0,41 persen, yang menujuukan ketimpangan antara si kaya dan si miskin ini belum berkurang," katanya.

Hal serupa pun diungkapkan oleh Pengamat Ekonom dari Universitas Indonesia (UI) Berly Martawardaya. Menurut Berly meningkatnya angka kemiskinan di Indonesia disebabkan oleh ketidak berhasilan tim ekonomi Jokowi-JK dalam mengendalikan harga pangan.

"Meningkatnya angka kemiskinan juga salah satunya disebabkan oleh kenaikan harga beras yang mencapai 25 persen," imbuh Berly.

Berly menyarankan pemerintah untuk memperbaiki data pangan. Sebab selama ini perhitungan data pangan masih menggunakan metode yang lama berdasarkan estimasi. "Kalau sekarangkan masih estimasi lahan dikali produktifitas. Jadi kualitas datanya harus ditingkatkan," tutup Berly. (rfd)

 

BACA JUGA:

  1. Redam Kabut Asap, BNPB Kerahkan 32 Helikopter
  2. Keluarga Pembunuhan Ibu dan Anak Ucapkan Terima Kasih
  3. Kronologi Pembunuhan Ibu dan Anak di Cakung
  4. Impor Tekstil Ilegal Senilai Rp14 Miliar Digagalkan
  5. Kronologi Penggagalan Impor Tekstil Ilegal

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan