DPR Sebut Ibu Kota Politik di IKN tak Sesuai UU, Perlu Kejelasan Hukum
Senin, 22 September 2025 -
MerahPutih.com - Anggota Komisi II DPR RI, Muhammad Khozin, mempertanyakan keputusan Presiden RI, Prabowo Subianto, yang menetapkan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, sebagai “ibu kota politik” pada 2028.
Menurut Khozin, istilah tersebut tidak memiliki dasar hukum dalam Undang-Undang IKN.
“Di UU IKN spirit yang kita tangkap menjalankan fungsi pusat pemerintahan sebagaimana terdapat di Pasal 12 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2023 tentang IKN. Tidak ada sama sekali menyebut frasa Ibu Kota Politik,” ujar Khozin kepada wartawan di Jakarta, Senin (22/9).
Ia menilai, perlu ada kejelasan apakah penyebutan ibu kota politik berarti pemindahan ibu kota negara secara definitif atau hanya sekadar istilah.
Baca juga:
Sudah Dibatasi, DPR Dapat Laporan Sirene dan Strobo Pengawalan Pejabat Ganggu Banyak Orang
“Apakah Ibu Kota Politik sama dengan Ibu Kota Negara? Ketika Ibu Kota Politik dimaknai sama dengan Ibu Kota Negara, maka ada konsekuensi politik dan hukum,” tegas politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Khozin menguraikan, Pasal 39 ayat (1) UU No. 3 Tahun 2022 tentang IKN menyebutkan bahwa perpindahan ibu kota negara diwujudkan melalui Keputusan Presiden.
Jika ibu kota politik dimaknai sebagai ibu kota negara, maka keputusan tersebut harus menjadi agenda bersama seluruh cabang kekuasaan negara, termasuk lembaga non-pemerintah dan lembaga internasional yang ada di Indonesia.
Baca juga:
Lalu-Lintas Ibu Kota Jakarta Macet Parah saat Jam Pulang Kerja Imbas Kunjungan Kenegaraan
“Ketika Ibu Kota Negara definitif berpindah ke IKN, ada konsekuensi yang harus disiapkan dari sekarang, tidak hanya oleh pemerintah tetapi juga lembaga di luar pemerintah termasuk lembaga internasional,” jelasnya.
Namun, Khozin mengingatkan agar pemerintah tidak menimbulkan kebingungan publik dengan istilah baru.
“Jika yang dimaksud ibu kota politik itu tak lain adalah pusat pemerintahan sebagaimana tertuang dalam UU IKN, sebaiknya tak perlu buat istilah baru yang menimbulkan tanya di publik,” tandasnya. (Pon)