DPR RI Khawatir Fatwa MUI Tentang Pajak Daerah Akan Membuat Fiskal Daerah Indonesia Runtuh
Kamis, 27 November 2025 -
Merahputih.com - Anggota Komisi II DPR RI, Muhammad Khozin, menyuarakan kekhawatiran bahwa implementasi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai pajak daerah yang melarang pembayaran berulang dapat memberikan dampak serius terhadap kondisi fiskal di daerah.
Khozin memahami bahwa fatwa tersebut merupakan pandangan hukum yang dikeluarkan dalam perspektif Islam. Namun, ia mengingatkan bahwa pajak daerah, termasuk Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) serta pajak kendaraan bermotor. Hal ini merupakan instrumen yang sangat vital sebagai salah satu sumber pendanaan utama bagi pemerintah daerah (Pemda) kabupaten/kota.
"Kalau dihapus akan berdampak serius pada fiskal di daerah,” kata Khozin, Kamis (27/11).
Baca juga:
DPR Desak Pemda Rasionalisasi Program Prioritas dan Optimalisasi Fiskal Daerah Pasca Pemotongan TKD
Kapasitas Fiskal Daerah Masih Lemah
Fatwa mengenai pajak berkeadilan tersebut dikeluarkan oleh Munas XI MUI di Jakarta, yang salah satu butirnya menyebutkan bahwa bumi dan bangunan yang dijadikan tempat tinggal, serta pajak kendaraan bermotor, dianggap tidak layak untuk dikenakan pajak berulang.
Menanggapi hal tersebut, Khozin mengingatkan bahwa kondisi mayoritas pemerintah daerah di Indonesia saat ini masih memiliki kapasitas fiskal yang lemah. Data dari Kementerian Dalam Negeri tahun 2025 menunjukkan bahwa sebanyak 15 provinsi, 407 kabupaten, dan 70 kota masuk dalam kategori fiskal lemah.
"Dengan total 546 pemerintah daerah di seluruh Indonesia, terdapat 493 pemda yang kapasitas fiskalnya masuk kategori lemah dari total 546 pemerintah daerah se- Indonesia,” ujarnya.
Meskipun demikian, Khozin menyatakan bahwa ia sepakat dengan spirit yang terkandung dalam fatwa MUI mengenai aspek keadilan dalam pajak PBB-P2 dan pajak lainnya.
Baca juga:
MUI Keluarkan Fatwa Soal Pajak, Dirjen Segera Tabayyun Biar Tidak Terjadi Polemik
Akan tetapi, ia menekankan bahwa setiap pendapat hukum idealnya harus didasarkan pada pertimbangan yang holistik dan komprehensif, mencakup pelbagai aspek, termasuk kondisi objektif keuangan daerah.
“Kita sepakat dengan spirit fatwa MUI tentang aspek keadilan. Meski harus diingat juga kondisi obyektif daerah-daerah kita saat ini. Dibutuhkan keseimbangan dalam perumusan kebijakan di sektor pajak khususnya di daerah,” katanya.