Cover Lagu di Youtube  Apakah Melanggar Hak Cipta?

Kamis, 15 Oktober 2020 - P Suryo R

KOMITE Musik Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) menggelar webinar yang membahas isu mengcover lagu di Youtube berhubungan dengan hak cipta. Dalam webinar itu membicarakan cara main atau syarat yang harus dipatuhi para content creator dalam membuat lagu cover di YouTube.

Dalam webinar ini hadir narasumber yang berkompeten di dunia musik. Seperti Indra Aziz, Marcell Siahaan, Muara Sipahutar dari YouTube Indonesia dan Candra Darusman Ketua Federasi Serikat Musisi Indonesia dan Musisi Komposer.

Baca Juga:

Jangan Cengeng, Aldo Sianturi Tunjukan Banyak Revenue Buat Musisi

Hak cipta

hak cipta
Marcell Siahaan, musisi, pemerhati hukum Hak Cipta, Ketua LMK Prisindo. (Foto; ist)

"Hak cipta belakangan sangat ramai diperbincangkan. Kita tahu hak cipta itu ada namun penerapannya itu kita tidak sadar. Apakah ini melanggar hak cipta orang lain apa enggak," kata Cholil Mahmud dari DKJ membuka webinar yang digelar Selasa lalu (13/10).

Tidak disadari atau bisa jadi sangat terbatas pengetahuan publik pada hak cipta yang digarap dan diunggah ke YouTube. Ini berhubungan dengan hak cipta yang dimiliki oleh penulis lagu, musisi atau orang lain yang terlibat dalam pembuatan lagu dan musik orisinilnya.

Indra Aziz mengemukakan bahwa berkarya di musik sudah tidak sesulit dahulu. Dia mengatakan bahwa dahulu harus minta ke produser, manajemen atau label untuk minta di orbitin. "Kalau sekarang punya kekuatan di tangan kita sendiri. Karena kemudahan itu batasan antara musisi, penyanyi dan content creator jadi semakin sempit alias susah dibedakan. Yang buat orang berhasil dan kuat sebagai kreator musik adalah fanbase," ungkap Indra.

Namun Indra juga menambahkan beberapa kegelisahannya, bahwa ada hal lain yang harus dipikirkan yakni hak cipta yang dimiliki oleh pencipta lagu. "Pencipta lagu memiliki hak ekonomi dan moral karena lagunya dicover," kata Indra.

Dia juga mengingatkan adanya aturan ketat dari YouTube mengenai hak cipta ini. "Buat yang enggak ikutin prosedur kamu bisa kena YouTube Strike. Kena tiga kali strike, channelnya akan hilang dan sirna dari muka Bumi", kata Indra.

Dari sisi musisi, Marcell Siahaan menghimbau agar para musisi dan penyanyi non-profesional mengerti UU Hak Cipta. Marcell menekankan orang yang mau memakai karya orang lain harus meminta izin terlebih dahulu. "Masalah industri musik sangat kompleks. Apalagi kalau niatnya ingin membangun ekosistem. Jadi banyak yang harus diperbaiki," kata Marcell yang juga ketua LMK Prisindo.

Marcell juga menekankan karya harus dicatat, agar karya tidak dapat disenggol orang lain. Dia mengingatkan pada teman-teman musisi harus telaten dengan karyanya.

Baca Juga:

COVID-19 Meluluhlantakkan Label Musik?

Kanal YouTube

hak cipta
YouTube tetap menjaga hak cipta milik orang lain. (Foto: Pexels/freestocks.org)

Dari pandangan Muara Sipahutar, Music Content Partnership Manager YouTube Indonesia, menjelaskan banyak peran YouTube di bidang musik. Menurutnya jika orang memang memiliki kreativitas tidak menutup kemungkinan dia akan berhasil.

Untuk pembagian uang dari YouTube Muara menjelaskan ada 2 cabang pembagian nilai untuk komersil di musik YouTube. Dia menjelaskan kalau iklan dan YouTube musik, uangnya akan dibagi ke stakeholder musik. Muara juga menekankan karena YouTube sangat luas harus ada kontrol soal hak cipta. Muara menjelaskan YouTube tidak bisa secara sendiri menentukan copyright, untuk itu YouTube bekerja sama dengan mitra lokal dan internasional untuk menentukan itu.

"Untuk musik di YouTube membagi pengawasannya ke 2 arah. Yang pertama dari segi rekaman YouTube Indonesia bekerja sama dengan label musik di Indonesia. Prosesnya jika ada yang mengambil karya yang ada di bawah bendera label bisa melapor ke YouTube. Kemudian akun/kanal orang yang mengambilnya yang sudah ada iklan maka uangnya akan masuk ke label, bukan lagi ke akun tersebut," jelas Muara.

Kemudian pada pengawasan kedua, adalah untuk pencipta lagu. Ini lebih menekankan soal karya cipta. Publisher dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) merupakan dua stakeholder yang punya peran untuk menentukan masing-masing copyright. "Dengan adanya stakeholder ini, kita itu bisa melakukan komersial dengan cara yang benar. Sesuai dengan peraturan-peraturan yang diakui oleh asosiasi atau suatu negara yang tentang ada hak ciptanya," jelas Muara.

Muara juga memberi informasi terkait suatu karya di YouTube. Jika ingin mengasilkan uang atau monetisasi para YouTuber harus memiliki 1000 subscriber dan 4000 jam tayang dalam 12 bulan terakhir. Nanti ada tombol yang muncul untuk menempatkan monetisasi. Setelahnya barulah pihak YouTube yang akan mereview apakah konten dapat dimonetisasi atau tidak.

Baca Juga:

Trik Cepat Sukses di Industri Musik

Cover offline dan online

hak cipta
Candra Darusman yang merekomendasikan 'vaksin' hak cipta. (Foto: ist)

Kemudian melihat perkembangan industri musik kekinian, Candra Darusman selaku Ketua Federasi Serikat Musisi Indonesia dan Musisi Komposer berbicara tentang teknologi digital dan masih seputar hak cipta. Candra menjelaskan secara singkat perbedaan LMK, Publisher dan Serikat. "Kalau LMK dan Publisher itu bicara soal karya pembawa dan karyanya si pembawa. Kalau serikat membicarakan pembawa karya," jelas Candra.

Dia memberi informasi terkait perbedaan hak cipta dan hak profesi, menurutnya hak karya dan profesi tidak dapat dipisahkan.

Candra mengungkapkan pula tentang teknologi digital yang sulit didefinisikan. Dia juga menghimbau perlu adanya pengawasan IT yang multi-disipliner untuk membedakan copyright atau tidak, dan tentunya tidak lepas dari peraturan hak cipta yang sudah ada di Indonesia.

Dalam kasus cover lagu Candra menyebutkan beberapa tawaran yang disebutnya sebagai 'vaksin'. Tawaran tersebut diberikan untuk menciptakan ekosistem yang baik, agar dapat kejelasan tentang boleh tidaknya mengcover lagu. Menurutnya kegiatan cover lagu merupakan motif yang berdampak komersil sehingga perlu adanya izin hak mengumumkan/performing dari pencipta lagu. Entah lagu dibawakan online atau offline pada area publik perlu adanya kewaspadaan terhadap UU Hak Cipta.

Candra membagi konseptualisasi kegiatan mengcover jadi 2 poin besar. Yang pertama secara offline yang harus meminta izin melalui LMKN yang mewakili LMK Hak Cipta. Seperti WAMI, KCI, RAI dengan membayar lisensi 2% dari hasil pendapatan ekonomi karcis, sponsor, brand, donasi dan biaya produksi lain.

Kemudian poin ke dua jika mengcover secara online seperti live stream/real time yang sifatnya tidak stay/hilang (tidak menyisakan jejak digital). Maka seperti ketentuan awal harus izin dan membayar 2% dari pendapatan, karena sifatnya performing right. Candra menegaskan jika live stream saja dan ditakedown maka para content music cover bebas saja mengcover karena syaratnya hanya membayar 2% dari pendapatan.

"Tapi untuk kegiatan cover yang diunggah pada platform digital manapun akan berurusan dengan pencipta/pemegang hak cipta sebagai pemegang hak eklusif atas ciptaan tanpa mengabaikan praktek antara YouTube dengan para Publisher. Untuk model bisnisnya dengan kompensasi yang masih terbuka berbagai opsi mulai dari video yang ditakedown sampai berapa nilai ekonomis yang dianggap fair dengan UU Hak Cipta yang berlaku," jelas Candra

'Vaksin' ini ditawarkan agar pencipta lagu dan musisi cover tetap maju bersama untuk mengharumkan seni musik di Indonesia. Yang pastinya para pelaku cover lagu berhati-hati menggunakan karya orang lain. Jika ingin mengunakan karya orang lain untuk komersil pergunakan beberapa syarat dan ketentuan yang berlaku.

Patut diingat meski kamu punya YouTube Music dan Spotify jika kamu asal menyetelnya di ruang publik untuk kegiatan komersil kamu telah melanggar UU Hak Cipta. Karena Spotify Premium dan YouTube Music hanya untuk pribadi bukan untuk komersi di area publik. Jadi berhati-hatilah menggunakan karya orang lain. (joe)

Baca Juga:

Media Sosial dan Bagaimana Musisi Dunia Bisa Bertahan dari Sengitnya Industri

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan