Buntut Kasus Penyelewengan BBM Subsidi di Sulawesi Tenggara, Negara Rugi Rp 105 Miliar

Senin, 03 Maret 2025 - Soffi Amira

MerahPutih.com - Polri mengungkap adanya dugaan tindak pidana penyelewengan bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis biosolar di Kolaka, Sulawesi Tenggara.

Ada empat orang yang diduga terlibat, yaitu BK sebagai pemilik gudang penimbunan ilegal, A sebagai pemilik SPBU Nelayan di Poleang Tenggara, T sebagai pemilik mobil tangki, dan satu pegawai PT Pertamina Patra yang diduga membantu proses penembusan BBM subsidi.

Selain itu, polisi juga menyita 10.950 kubik liter BBM subsidi sebagai barang bukti dalam penyelidikan. Dalam kasus ini, sejumlah BBM subsidi diduga dijual kembali dengan harga normal kepada pelaku usaha lain.

Biosolar bersubsidi atau B35 yang berasal dari Fuel Terminal BBM Kolaka di bawah kendali PT Pertamina Patra Niaga Operation Regen VII Makassar, seharusnya dikirim ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan, dan Agen Penyaluran Minyak dan Biosolar (APMS).

Baca juga:

Dugaan Penyelewengan BBM Subsidi di Sulawesi Tenggara, Harusnya untuk Nelayan

“Namun malah disalahgunakan dengan cara dibelokkan ke gudang penimbunan tanpa perizinan,” kata Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri, Brigjen Nunung Syaifuddin, saat konferensi pers di kantornya, Senin (3/3).

Biosolar yang ditimbun oleh para terduga pelaku dijual kembali kepada para penambang dengan harga biosolar non-subsidi.

“Kemudian, dijual kembali dengan harga solar industri atau non-subsidi kepada para penambang yang melakukan kegiatan penambangan dan juga dijual kepada kapal tug boat atau kapal tongkang dengan harga solar industri,” ujar Nunung .

Padahal, terdapat perbedaan signifikan antara harga biosolar subsidi dan non-subsidi. BBM subsidi itu hanya Rp 6.800, sedangkan yang non-subsidi bisa mencapai Rp 19.300.

Baca juga:

Pertamina Gandeng Pihak Independen Hilangkan Kekhawatiran Masyarakat Akan Kualitas BBM

“Jadi, per liter itu selisihnya adalah Rp 12.550,” ujar Nunung.

Berdasarkan pengakuan terduga pelaku, dalam sebulan mereka dapat menimbun dan menjual kembali biosolar subsidi hingga 350 ribu liter, yang berarti potensi keuntungan per bulan mencapai Rp 4.392.500.000.

Kegiatan ilegal ini berpotensi menyebabkan kerugian negara yang besar dengan estimasi kerugian mencapai lebih dari Rp 105 miliar selama dua tahun terakhir di wilayah Kolaka. Polri pun berkomitmen untuk mengembangkan penyidikan ini.

“Dan mengungkap pihak-pihak lain yang terlibat dalam penyelewengan BBM bersubsidi," tutup Nunung. (knu)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan