BMKG Bongkar Miskonsepsi Polusi Udara Picu Gelombang Omicron di DKI

Kamis, 17 Februari 2022 - Wisnu Cipto

MerahPutih.com - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) meluruskan adanya miskonsepsi pernyataan polusi udara menyebabkan gelombang COVID-19 varian Omicron.

Miskonsepsi ini berawal dari pendapat seorang pegiat media sosial, Babeh Aldo, bahwa gelombang pandemi akibat Omicron sebagai pandemi polusi udara. Dalam videonya, Aldo menyebut zat PM2,5 yang meracuni udara membuat banyak warga masyarakat di perkotaan, sehingga menyebabkan infeksi saluran pernapasan akut, atau ISPA, anosmia, badai sitokin, hingga COVID-19.

Baca Juga:

Kasus COVID-19 Kembali Capai Rekor dengan Pertambahan Sehari 64.718

BMKG melalui Pelaksana tugas Deputi Bidang Klimatologi Urip Haryoko, menegaskan sampai saat ini belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan adanya keterkaitan antara sebaran konsentrasi PM2,5 dan penularan COVID-19.

Bukti ilmiah itu merujuk penelitian Anand et al. (2021) berjudul A review of the presence of SARS-CoV-2 RNA in wastewater and airborne particulates and its use for virus spreading surveillance, dan penelitian dari Maleki et al. (2021)) berjudul An updated systematic review on the association between atmospheric particulate matter pollution and prevalence of SARS-CoV-2.

“Sehingga pernyataan yang menyebutkan bahwa PM2,5 sebagai penyebab COVID-19 tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat,” tegas Urip, dalam siaran resmi BMKG dikutip Kamis (17/2).

Grafik hubungan konsentrasi PM2,5 udara dengan peningkatan kasus COVID-19 di Jakarta. ANTARA/HO-BMKG
Grafik hubungan konsentrasi PM2,5 udara dengan peningkatan kasus COVID-19 di Jakarta. ANTARA/HO-BMKG

Urip menjelaskan PM2,5 merupakan aerosol dengan ukuran diameter partikel kurang dari 2,5 mikrometer dan tergolong sebagai salah satu pencemar udara. Diakuinya, memang peningkatan konsentrasi PM2,5 di udara menyebabkan terjadinya penurunan kualitas udara yang secara visual dapat berdampak pada penurunan jarak pandang dan peningkatan kekeruhan kondisi atmosfer.

“Paparan terhadap konsentrasi PM2,5 yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pada cardiovascular dan saluran pernapasan, terutama jika terpapar dalam waktu yang lama,” ujar Urip.

Adapun nilai ambang batas konsentrasi PM2,5 menurut Peraturan BMKG Nomor 2 Tahun 2020 adalah sebesar 65 µg/m3. Namun, dari data konsentrasi harian PM2,5 dan jumlah kasus positif COVID-19 di Provinsi DKI Jakarta 1 Januari hingga 6 Februari 2022, memperlihatkan peningkatan kasus positif COVID-19 tidak memiliki kaitan terhadap konsentrasi PM2,5.

wisma atlet
Seorang petugas di RSDC Wisma Atlet Kemayoran. Foto: MP/Dickie Prasetia

BMKG mencontohkan lonjakan konsentrasi PM2,5 yang terjadi misalnya pada 5, 16, dan 30 Januari 2022 tidak seiring dengan penambahan kasus positif COVID-19. "Sehingga pernyataan yang menyebutkan bahwa paparan PM2,5 menyebabkan peningkatan kasus positif COVID-19 tidak sesuai,” kata Urip.

Namun demikian, BMKG mengingatkan masyarakat bahwa paparan konsentrasi PM2,5 yang tinggi atau kondisi udara yang tercemar bisa meningkatkan risiko terhadap pasien COVID-19 yang memiliki penyakit penyerta atau komorbiditas gangguan cardiovascular dan infeksi saluran pernapasan.

“Oleh karena itu, upaya untuk mitigasi terhadap dampak pencemaran udara dan pengurangan risiko paparan terhadap PM2.5 dan polutan udara lainnya perlu terus dilakukan guna meminimalkan tingkat mortalitas dari COVID-19,” tutup pakar BMKG itu. (*)

Baca Juga:

Waspada, Puncak COVID-19 Omicron Segera Tiba

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan