Berita Duka Penyair Besar Sitor Situmorang Berpulang

Minggu, 21 Desember 2014 - Adinda Nurrizki

MerahPutih Nasional- Kabar duka datang dari negeri Kincir Angin, sastrawan angkatan 1945 Sitor Situmorang tutup usia pada umur 90 tahun. Pria asli Batak ini menghembuskan napas terakhir kediamannya di Apeldoorn, Belanda karena penyakit Alzheimer. Sitor dikabarkan meninggal Sabtu 20 Desember 2014 sekitar pukul 21.00 waktu Belanda atau pukul 03.00 WIB pada Minggu dini hari ini.

Sitor Situmorang adalah penyair dengan banyak karya yang mendunia. Ia lahir di Harianboho, Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Ayahnya, Ompu Babiat Situmorang, pernah berjuang melawan tentara kolonial Belanda bersama Sisingamangaraja XII, seperti yang dikutip dari wikipedia.com. Waktu kelas dua SMP, Sitor berkunjung ke rumah abangnya di Sibolga dan menemukan buku Max Havelaar karya Multatuli. Ia juga menerjemahkan sajak "Saidjah dan Adinda" dari Max Havelaar ke dalam bahasa Batak. Hingga sejak saat itu minatnya akan syair dan tulisan mulai tumbuh.

1. Penyair yang Mendunia

Karya-karya Sitor sebagian bercerita tentang kampung halaman. Karya-karya Sitor telah memperkaya dunia kampung halamannya dengan sastra yang mendunia. Bahkan membawa kampung halamannya ke pentas dunia. Seperti raganya yang pernah singgah di beberapa kota dunia: Singapura (1942), Amsterdam (1950-1951), Paris (1952-1953). Sejak 1984 Sitor tinggal di Leiden dan Den Haag, Belanda.

Berikut sejumlah karya Sitor, Pertempuran dan Salju di Paris (1956) kumpulan cerita pendek; mendapat Hadiah Sastra Nasional BMKN untuk prosa yang terbit tahun 1955-1956. Peta Perjalanan (1976) kumpulan sajak; mendapat Hadiah Puisi DKJ tahun 1978 untuk buku puisi yang terbit tahun 1976-1977.

Bukunya yang lain: Surat Kertas Hijau (1954), Dalam Sajak (1955), Wajah Tak Bernama (1956), Zaman Baru (1962), Dinding Waktu (1976), Angin Danau (1982), Jalan Mutiara (1954), Pangeran (1963), Sastra Revolusioner (1965), dan Sitor Situmorang Seorang Sastrawan ’45 Penyair Danau Toba (1982).

 

2. Pengagum Soekarno

Sitor penyair yang dekat dengan Soekarno. Ia aktif di gerakan politik. Pernah menjadi ketua Lembaga Kebudayaan Nasional/LKN (1959-1965), anggota Dewan Nasional, anggota Dewan Perancang Nasional, anggota MPRS, dan anggota Badan Pertimbangan Ilmu Pengetahuan Departemen Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (1961-1962). Lebih dari 200 sajak telah dihasilkannya.

Rezim Soeharto menganggap dia pengikut setia Bung Karno dan dekat dengan seniman Lekra (onderbouw lembaga kebudayaan PKI) sehingga dijebloskan ke penjara dari 1967 sampai 1974.

 

4. Pernah Menolak Penghargaan Dari Achmad Bakrie

Sitor pernah menolak Penghargaan Achmad Bakrie pada 2010 dan hadiah uang tunai Rp250 juta dengan alasan merasa kecewa karena bencana lumpur Lapindo disebabkan oleh anak perusahaan Bakrie.

5. Ingin Dimakamkan di Kampung Halaman

Penyair yang mengawali karirnya sebagai wartawan 'Harian Suara Nasional' ini pernah mengutarakan keinginannya untuk dikebumikan di kampung halaman. Keinginannya untuk dimakamkan di kampung halamannya, Sumatera Utara, tersirat dalam salah satu syairnya.

 

 

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan