Aneh, Ada BUMN Perkebunan Berinvestasi di Sektor Perkeretaapian
Senin, 07 September 2015 -
MerahPutih, Bisnis-Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri menilai keikutsertaan PT Perkebunan Nusantara VIII dalam konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kereta kecepatan menengah aneh. Faisal meminta Menteri BUMN Rini Soemarno mempertimbangkan kembali keterlibatan perusahaan plat merah dalam bidang perkebunan itu.
"Yang aneh dari proyek kereta cepat Jakarta-Bandung adalah keikutsertaan PTPN VIII. Apakah pantas perusahaan perkebunan dipaksa berinvestasi di sektor perkeretaapian? Mengapa PTPN VIII tidak didorong untuk mengembangkan industri pengolahan produk-produk perkebunan saja?" katanya seperti dikutip dari blog pribadinya, Senin (7/9).
Dia menyarankan agar Menteri BUMN mempertimbangkan kembali keterlibatan PTPN VIII ini dengan menghitung ulang secara benar berapa besarnya pinjaman tersebut. Karena pinjaman dan pembayaran bunga dan cicilan yang ditawarkan dalam bentuk valuta asing (reinmimbi), sedangkan penerimaannya dalam bentuk rupiah.
"Kalau ngotot terus dijalankan, tolong dihitung juga besarnya pinjaman dalam valuta asing (reinmimbi) dan beban pembayaran bunga dan cicilan dalam valuta asing, sedangkan penerimaan seluruhnya dalam rupiah," ujarnya.
Faisal mengatakan dalam lima tahun terakhir rupiah terdepresiasi 100 persen terhadap reinmimbi. Sehingga jika Menteri BUMN tetap ngotot menerima tawaran kerjasama dengan Tiongkok, dapat dipastikan untuk mengembalikan pinjaman tersebut membutuhkan waktu yang sangat lama dan panjang. Berbeda dengan yen yang menguat terhadap rupiah jauh lebih kecil.
"Ingat pula, dalam lima tahun terakhir rupiah terdepresiasi 100 persen terhadap renminbi. Bandingkan kalau pinjaman dalam yen yang menguat terhadap rupiah jauh lebih kecil ketimbang renminbi. Analisis maslahat-ongkos (cost-benefit analysis) proyek kereta cepat Jakarta-Bandung rasanya kurang meyakinkan. Kesannya terlalu dipaksakan," katanya.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo akhirnya menolak proposal kereta super cepat Jakarta-Bandung yang diajukan Jepang dan Tiongkok. Presiden ingin mengembangkan kereta kecepatan sedang/menengah saja. Untuk itu, Kepala Negara memerintahkan Menteri BUMN Rini Soemarno menghitung ulang biaya pembangunan kereta kecepatan sedang/menengah tanpa menggunakan Anggaran Pendapatn dan Belanja Negara (APBN). Menteri BUMN Rini Soemarno kemudian memasukan PTPN VIII dalam konsorsium BUMN proyek ini. (rfd)
Baca Juga:
Ini Alasan Rini Soemarno Libatkan PTPN VIII dalam Konsorsium BUMN
Faisal Basri Kritik Pembelian Pesawat A350
Kereta Cepat Jakarta-Bandung Tidak Efisien dari Sisi Teknis dan Ekonomi