Ketangguhan Anak Sulung Menyanggupi Ekspektasi Orangtua

Selasa, 07 September 2021 - annehs

"KAMU kan kakak, lebih tua, harus jadi contoh yang baik dong buat adiknya," menjadi kalimat sering terlontar dari mulut orangtua kepada anak sulung. Aku pun tahu, maksud mereka tidak jahat. Kalimat tersebut merupakan pengingat bahwa aku, sebagai anak pertama, 'kalau bisa' jangan gagal karena harus menjadi panutan bagi adik-adiknya.

Berbincang dengan para anak sulung lainnya, ternyata mereka juga beranggapan sama. Meski bisa menjadi "tuan" menyuruh-nyuruh adik di kehidupan sehari-hari, anak sulung diam-diam menanggung beban berat di pundaknya demi menyanggupi ekspektasi besar orangtua.

Anak sulung menanggung beban ekspektasi orangtua.  (Sumber- Today Show)
Anak sulung menanggung beban ekspektasi orangtua. (Sumber- Today Show)

Anak sulung dituntut lebih mandiri sebab sudah lebih dulu terjun dan mengetahui keadaan dunia ketimbang adik-adik. Ingin barang incaran, kami cenderung menabung. Jika di luar kemampuan, kami berusaha mencari cara untuk mendapatkan uang tambahan baik dengan membuka bisnis kecil-kecilan atau pindah tempat kerja dengan gaji lebih besar. Kami berusaha tidak terlalu banyak meminta kepada orangtua karena tahu betapa sulitnya mencari uang. Bahkan, sebisa mungkin keinginan adik kami bantu cukupi

Baca juga:

Pentingnya Kehadiran Pelajar Tangguh di Masa Pandemi COVID

"Maklum, anak sulung sering menjadi wali orangtua dalam mengurus urusan finansial keluarga. Apalagi jika salah satu orangtua sudah tidak ada" ungkap salah satu kerabat baru kehilangan orangtua karena COVID-19.

Mengilas balik ketika masih usia belia, anak sulung tidak jarang dijadikan samsak bagi kesalahan adik-adik. Jika ada kelalaian di rumah disebabkan adik, justru anak sulung bisa kena omel duluan. "Ya kamu kan kakak, adiknya diawasin dong. Dia kan masih umur sepuluh." Makin tahun, omelannya tidak berubah, hanya bagian usia adik saja bertambah. Intinya, mau setua apa pun adikku nanti, aku tetap harus menjaga dan mengawasi.

Kakak harus selalu mengawasi adik. (Sumber- Lifewire)
Kakak harus selalu mengawasi adik. (Sumber- Lifewire)

Sekali lagi, omongannya memang tidak salah. Namun, terkadang ada kekesalan tersendiri sering timbul jika terus-menerus disalahkan. Meski begitu, aku pun tersadar jika bukan aku, siapa lagi akan mengawasi adik-adik? Ketimbang menyalahi keadaan, artinya aku memang harus belajar lagi untuk bisa menjadi anak sulung lebih bertanggungjawab, sekalian latihan menjadi orangtua baik dan cekatan di masa depan.

Baca juga:

Kampung Tangguh Jaya Diklaim Mampu Turunkan Angka COVID ...

Membahas tentang urusan rumah tangga, lagi-lagi kami, anak sulung, harus memenuhi satu lagi ekspektasi orangtua terkadang bentrok dengan kemauan diri sendiri. Tidak lain dan tidak bukan, adalah pernikahan.

Memang sih, untuknya aku tidak terang-terangan diteror dengan pertanyaan "Kapan kamu menikah?," dari mami dan saudara. Meski begitu, mami sering mengingatkan dengan ungkapan. "Duh baju anak kecil sekarang bagus-bagus ya, kapan ya mami punya cucu," ketika melewati gerai baju anak. Untungnya, kehadiran anjing baru di rumah kami sempat mengalihkan perhatian mami sebelumnya terus-terusan menuntut cucu.

lahir duluan, tanggungjawab lebih banyak.  (Foto- freepik)
lahir duluan, tanggungjawab lebih banyak. (Foto- freepik)

Ranah pribadi anak sulung pun sering terzolimi. Menambah tato rasanya tambah berdosa karena takut terlihat sebagai anak nakal pengangguran. "Jangan nambah tato terus, nanti dede ikut-ikutan kalau udah gede lagi," kata mami. "Kamu kaya pengangguran aja udah gede tato terus". Maklum, stigma negatif masih terus mengikuti orang-orang bertato di Indonesia, apalagi perempuan.

Demi memperbaiki keadaan, paling bisa dilakukan para sulung berusaha lebih keras lagi. Selain membawa nama sendiri, ada martabat keluarga juga harus dipertaruhkan sehingga harus bisa menjadi teladan baik bagi adik-adik dan membanggakan orangtua. (SHN)

Baca juga:

Kalahkan Diri Sendiri, Bukti Psoriasis Warrior Juga Jagoan Tangguh ...

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan