Alasan Orang Kaya Simpan Kekayaan di Luar Negeri
Selasa, 05 April 2016 -
MerahPutih Bisnis - Data Panama Papers, dari firma hukum asal Panama, Mossack Fonseca menggegerkan dunia karena menyimpan nama 140 tokoh politik, termasuk 12 pemimpin atau bekas pemimpin negara. Data tersebut juga memuat nama 2.960 orang Indonesia yang menyimpan harta kekayaannya di perusahaan offshore.
Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang P.S. Brodjonegoro mengungkapkan banyak orang kaya yang menyimpan kakayaan di luar negeri. Beberapa negara yang menjadi tujuan mereka adalah negara-negara tax heaven (negara-negara yang memungut pajak rendah atau tidak memungut pajak) seperti British Virgin Island, Kock Island, Swiss, dan Singapura.
Swiss dipilih sebagai tempat yang paling aman untuk menyimpan uang bagi kebanyakan orang kaya, yang ingin menyembunyikan hartanya. Hal ini dikarenakan negara ini tidak mudah tercium pihak pajak.
"Pada 1980-an Bank Swiss sangat terkenal aman dan tidak terdeteksi dari pihak manapun. Melihat hal itu pihak Amerika merasa geram lalu melakukan investigasi dan akhirnya mereka berhasil membongkar siapa saja yang menaruh uangnya di bank Swiss," ujar Bambang saat memberikan paparan di Hotel Pulman, Jakarta Pusat, Selasa (5/4).
Ia menambahkan, saat ini kebijakan keterbukaan informasi perpajakan dan perbankan secara internasional sudah disepakati pada Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 yang berlangsung di Shanghai, Tiongkok, pada 26-27 Februari 2016 lalu. Kebijakan ini mulai berlaku pada 2018 mendatang.
"Saya berpikir waktu itu kenapa topik pajak masuk di dalam pembahasan di G20 biasanya bicara makro atau finansial sektor. Setelah saya pelajari, kuncinya negara maju yang intitusi pajak sudah dianggap hebat atau jadi role model juga frustasi karena pajak yang harus diterima lari ke negara lain," jelasnya.
Bambang menegaskan keterbukaan informasi perpajakan dan perbankan adalah satu-satunya jawaban untuk meningkatkan pajak. "Kami mengimbau wajib pajak. Hanya dengan data kami bisa lakukan pemeriksaan dengan benar. Jangan dituntut penerimaan tinggi, tapi akses data nggak bisa dibuka," tegasnya.
Sebelumnya, Konsorsium Internasional Wartawan Investigasi (ICIJ) membagikan sebanyak 11,5 juta dokumen investasi berkapasitas 2,6 terabit milik Mossack Fonseca sejak 1970-an hingga 2015 yang bocor ke media Jerman, Suddeutsche Zeitung. Dokumen yang diberi label "Panama Papers" itu menyebutkan nama 140 tokoh politik, termasuk 12 pemimpin atau bekas pemimpin negara. Termasuk 2.960 nama orang Indonesia yang tercatat sebagai klien dari 43 perusahaan offshore. Untuk diketahui, data tersebut tidak menjadi indikasi bahwa nama yang tercantum merupakan pelaku penggelapan pajak. Daftar itu hanya membeberkan nama-nama perseorangan dan perusahaan klien Mossack Fonseca. (Abi)
BACA JUGA: